Sabtu, 27 Februari 2021

REFLEKSI PERTEMUAN 3: OBJEK FILSAFAT

Perkuliahan mata kuliah Filsafat Ilmu pertemuan ke-3 yang diampuh oleh Prof. Dr. Mardigit, MA. dilakukan pada hari Selasa, 23 Februari 2021 pukul 12:40-14:00 WIB dan berlangsung secara daring melalu Zoom. Inti materi yang disampaikan pada mata kuliah kali ini adalah mengenai objek filsafat.

Filsafat itu berdimensi dan berhirarki yang bersifat intensi dan ekstensi. Istilah ini kemudian dikenal dengan dua metode dalam berfilsafat. Intensi artinya memperdalam atau meninggikan sedangkan ekstensi artinya mempersempit atau memperluas. Kedua metode tersebut harus berjalan beriringan. Disamping kita meninggika pengetahuan kita, maka secara beriringan akan semakin pemperluas pengetahuan kita. Diasamping kita memperdalam pemikiran kita maka secara beriringan kita sedang mempersempit makna.

Bahasa analogi merupakan ironisme antara dunia. Beberapa contoh bahasa analogi yaitu dunia malam identik dengan istirahat, dunia siang identik dengan bekerja. Berbicara mengenai dunian, kata dunia bisa disandingkan didepan semua kata, misalnya dunia anak, dunia dewasa, dunia ekonomi, dunia batu dan lain-lain. Contoh lain mengenai bahasa analogi yaitu laki-laki adalah pikiran dan perempuan adalah perasaan. Analogi tersebut muncul berdasarkan kecenderungannya. Satu lagi contohnya yaitu pikiran adalah dunia dan hati adalah akhirat.

Terdapat satu analogi yang sangat menarik yang disampaikan oleh Prof pada saat perkuliahan, Prof. mengatakan bahwa didiunia ini tidak ada yang tidak analog, contohya pikiran manusia adalah dunia. Jakarta, Tokyo dan semua yang tidak pernah dirasa dan dirasa oleh indra tapi semua berada dalam pikiran. Jadi pikiran itu adalah dunia.

Secara ontologi, objek berfilsafat itu ada dua, yaitu sesuatu yang ada dan sesuatu yang mungkin ada atau dapat dikatakan bahwa objek berfilsafat itu ada yang berada di dalam dan di luar pikiran. Sesuatu yang ada dalam pikiran manusia adalah segala sesuatu yang sudah diketahui sebalumnya, baik dengan cara melihat, mendengar, membaca, meraba dan lain-lain. Sedangkan yang mungkin ada adalah segala sesuatu yang belum diketahui.

Contoh objek filsafat secara ontologi yaitu, nama cucu Prof yang paling kecil. Tidak ada satu pun yang mengetahui nama cucu Prof tersebut. sehinggan dapat dikatakan sebagai objek yang mungkin ada. Tetapi setelah nama cucu Prof terebut disebutkan namanya, maka semua mahasiswa dapat mengetahui namanya sehingga menjadi objek yang ada.

 Objek filsafat secara epistemologi yaitu formal dan material. Formal adalah isi atau jiwanya, sedangkan material adalah wadah atau tokohnya. Prof. Dr. Marsigit, MA. memberikan contoh objek filsafat secara material yaitu Prof. Marsigit itu sendiri dan objek formalnya adalah keluarga Prof. Marsigit, karir Prof Marsigit, istri Prof. Marsigit dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa tiada isi tanpa wadah dan tiada wadah tanpa isi.

Pada perkuliahan ini, Prof. Marsigit juga menjelaskan mengenai teori valitism. Jika seseorang menjawab pertanyaan yang belum ia pelajari dan belum ia ketahui dengan jawaban yang salah adalah benar, karena belum diketahui. Selain itu, tidak menjawab pertanyaan juga adalah benar dalam filsafat. Hal ini mengajarkan kita untuk tidak semenah-menah terhadap orang yang menjawab salah atau tidak menjawab sama sekali, inilah yang kemudian disebut dengan teori valitism.

Prof. Marsigit juga menyinggung sedikit mengenai dampak pandemi Covid-19 dalam pandangan filsafat. Prof. Marsigit mengatakan bahwa pademi ini telah mengubah hal-hal yang awalnya sunnah yang menjadi wajib, kemudian kembali menjadi sunnah oleh hadirnya pandemi ini. Contohnya, jika ada kerabat yang menikah, di tempat yang jauh dari tempat tinggal kita, maka kita wajib menghadirinya, tidak boleh tidak. Hadirnya pandemi ini dengan anjuran untuk menjaga jarak dan menjauhi keramaian kembali menjadikan hal tersebut sebagai aktivitas yang tidak wajib untuk dihadiri.

Kembali kemasalah objek filsafat secara epistemologi dalam matematika adalah angka. Misalnya tiga, angkanya adalah materialnya yang bisa berbeda-beda dalam menuliskannya, bisa dalam bentuk angka 3, angka romawi III dan lain-lain. Walaupun materialnya berbeda, secara formal, isi atau nilai dari tiga itu tetap sama.

Prof. Marsigit uga mengatakan bahwa tidaklah ada pemikiran filsafat tanpa mereview pemikiran para filsuf pendahulunya. Membahas mengenai hal tersebut, Prof. Marsigit menjelaskan mengenai filsafat kritis oleh Imanuel Kant. Imanuel Kant mencari tahu murninya pemikiran manusia dan menemukan bahwa murninya peikiran manusia disebut dengan sintetik a priori. Sintetik adalah hubungan antara kenyataan dengan persepsi dan pengindraan manusia, yang berhubungan dengan sebab akibat.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar