Perkuliahan mata kuliah Filsafat Ilmu pertemuan ke-10 (pertemuan
Vcon terakhir untuk mata kuliah filsafat) yang diampuh oleh Prof. Dr. Marsigit,
MA. dilakukan pada hari Selasa, 04 Mei 2021 pukul 12:40-14:00 WIB dan
berlangsung secara daring melalui Zoom. Inti materi yang disampaikan pada mata
kuliah kali ini adalah mengenai metodologi filsafat secara ontologi.
Seperti biasanya, Prof. Marsigit memulai perkuliahan
dengan bersama-sama membaca doa sesuai keyakinan masing-masing. Selanjutnya Prof
menyampaikan rasa syukur atas kesempatan yang diberikan untuk bisa kembali bertemu
pada kesempatan tersebut, karena secara makna filosofis ada banyak hal yang
bisa kita terima seperti kesehatan dan terhindar dari Covid-19. Tak lupa Prof. Marsigit
juga mengingatkan agar tetap menaati protokol kesehatan.
Sebelum masuk kepada inti perkuliahan Prof.
menyampaikan bahwa beliau akan mereview tugas-tugas yang masuk secara
keseluruhan dan menganggap bahwa Vcon kali ini sebagai pertemuan terakhir untuk
mata kuliah ini, selebihnya waktu-waktu yang tersisa dijadikan sebagai waktu-waktu
untuk memperbaiki tugas-tugas utama tugas G yang terakhir berdasarkan
saran-saran yang akan disampaikan.
Misalnya, kita akan mengangkat judul metode filsafat. Kita
bisa menelusuri metode filsafat dari hakikat filsafat atau ontologisnya, metode
filsafat dari metode filsafat atau epistemologinya serta metode filsafat dari
etika dan estetikanya atau aksiologinya. Ini dikarenakan tidak ada epistemologi
tanpa aksiologi dan ontologi, tidak ada ontologi tanpa epistemologi dan
aksiologi dan tidak ada aksiologi tanpa ontologi dan epistemologi. Maka semua
perkara atau semua hal itu terkait pada tiga pilar tersebut yaitu hakikat, pendekatan
atau metode dan manfaatnya.
Metodologi filsafat berdasarkan ontologinya adalah
berbicara mengenai yang ada dan yang mungkin ada. Setiap yang ada dan yang
mungkin ada adalah sifat yang mempunyai sifat atau metafisik dan merupakan
sifat yang tidak berhenti kecuali berhenti pada suatu titik yaitu kuasa Tuhan. Sehingga
metode berpikir dari sisi yang ada dan yang mungkin ada di bagi dua, yaitu yang
ada sebagai fatal dan yang ada sebagai vital, yang ada sebagai takdir dan yang
ada sebagai ikhtiar/potensi. Kemudian yang takdir dan potensi bisa tetap dan
berubah. Bagi Tuhan, semua adalah takdir dan bagi manusia takdir adalah yang
sudah terjadi atau yang terpilih, sedangkan ikhtiar bagi manusia adalah semua yang
belum terjadi atau memilih dan bagi Tuhan semua adalah ketetapannya di mana
tidak ada yang bisa membantah.
Tetap atau pun yang berubah, semua ada strukturnya
yaitu struktur takdir dan struktur ikhtiar. Bagi manusia struktur takdir bersifat
tetap sedangkan struktur ikhtiar bersifat tetap dan bersifat berubah. sedangkan
kalau menurut kodratnya (kuasa Tuhan) takdir itu bisa tetap dan bisa berubah
sesuai dengan kuasanya. Jadi jika kita berbicara mengenai struktur atau
ontologi padahal tidak ada ontologi tanpa epistemologi, maka struktur itu
epistemologi, ontologi dan aksiologi.
Struktur yang paling sederhana adalah fatal dan vital.
Kemudian jika pikiran manusia maka struktur yang paling sederhana adalah wadah
dan isi. Karena pikiran manusia ada yang tetap dan berjalan, maka struktur
manusia juga ada dua yaitu struktur tetap dan struktur yang berjalan. Bahasan ini
adalah sebagai bentuk ontologi, tapi jika kita membahas mengenai ontologi, maka
ini juga termasuk epistemologi dan aksiologi. Oleh karena itu, kalau struktur
itu tetap mau pun berjalan maka akan meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Kenapa
demikian? Karena pikiran manusia dan di atasnya terdapat kuasa Tuhan yang
meliputi pikiran manusia, hati manusia, kehidupan manusia, keselamatan manusia
dan seterunya.
Jikalau hal tersebut mengalir dalam ruang dan waktu,
maka ada aliran atau perjalanan struktur dalam ruang dan waktu tersebut yaitu
forma atau bentuk dan substansi atau isinya. Jika isi adalah ikhtiarnya, maka
bentuk atau formanya adalah takdir. Manusia beraktivitas dan berkiprah di dalam
takdir yang diciptakan Tuhan. Selanjutnya jika kita berbicara mengenai wadah
dan isi itu sebagai objek pikiran manusia, maka ada dua macam objek yaitu objek
di dalam pikiran dan objek di luar pikiran. Misalnya remot speaker yang
diperlihatkan kepada Anda maka Anda dapat mengatakan bahwa remot speaker itu
ada secara objek di luar pikiran. Namun setelah remot itu dipindahkan dari
hadapan Anda maka Anda masih bisa mengetahui bahwa remot tersebut berwarna
hitam karena objeknya sudah di dalam pikiran Anda. Oleh karena itu, jika kita
memikirkan sesuatu maka objeknya bisa berada di luar pikiran, bisa berada di
dalam pikiran dan bisa berada di kedua-duanya.
Kalau kita percaya bahwa sesuatu itu hanya ada satu
maka disebut monisme. Itulah kenapa orang yang percaya bahwa Tuhan itu satu
disebut monoteisme. Sedangkan jika kita percaya sesuatu itu ada dua makan
disebut dengan dualisme. Kalau monisme itu sebagai hakikat, maka kita menemukan
ada ontologi monisme, ada epistemologi monisme dan ada aksiologi monisme. Sehingga
dapat dikatakan bahwa dunia monisme itu lengkap, ada ontologinya, epistemologinya
dan ada aksiologinya. Demikian juga dengan dualisme lengkap, sama dengan monisme.
Berbicara mengenai filsafat maka kita berbicara mengenai isme. Isme itu apa? Isem
adalah pusat. Mono itu apa? Mono itu satu. Jadi monisme adalah pusatnya ada
satu. Kalau dua artinya dualisme dan kalau banyak berarti pluralisme.
Paham yang menganut pluralisme mempercaya bahwa sumber
kebenaran itu banyak. Dunia pluralisme ada ontologinya, ada epistemologinya dan
ada aksiologinya di mana aksiologinya adalah etika dan estetika. Etika dan estetika
adalah yang dianggap bermanfaat dan dianggap baik. Jadi orang jepang itu menganut
paham pluralisme sedangkan orang Indonesia menganut paham monisme sehingga
tidak dapat dibanding-bandingkan etika dan estetikanya karena pada dasarnya
berbeda secara ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Berbicara mengenai Pancasila, Pancasila menganut paham
monodualisme. Maksud dari monodualisme Pancasila adalah hablumminallah dan
hablumminannas, di mana hidup manusia untuk beribadah kepada Tuhan dan harus
bersosialisasi sesama manusia. Di belahan dunia lain tidak ada landasan yang
bermonidualisme selain Indonesia. Oleh karena itu, jika ingin mencintai Indonesia/NKRI
dari Sabang sampai Merauke maka harus menerapkan filsafat dasar negaranya yaitu
monodualisme.
Melanjutkan penjelasan mengenai isme bahwa isme itu
mencakup semuanya. Isme menurut Prof. Marsigit secara ontologi bahwa semua bisa
dijadikan sebagai isme. Misal pusatnya adalah HP maka dapat disebut bahwa HPisme,
kalau pusatnya makanan maka kita dapat menyebutnya makananisme, kalau pusatnya
keluarga maka dapat disebut keluargaisme dan seterusnya yang hanya ditemukan di
Indonesia khususnya di mata kuliah Prof. Marsigit, inilah yang disebut sebagai
ilmu sendiri.
“jadilah orang
yang berkarya, punya keyakinan, punya kemandirian yang merupakan maksud dari
filsafat memerdekakan dari keterbelengguan ilmu yang mungkin dibuat oleh orang
lain”. Inilah salah satu kehebatan filsafat.
Setelah kita dapat memahami isme adalah pusat maka
bisa bermanfaat dan bisa juga berbahaya. Humanisme pada filsafat artinya adalah
berpusat pada manusia yang bisa membahayakan manusia karena bisa meminggirkan Tuhan.
Sedangkan kalau filsafat yang berpusat pada Tuhan atau disebut dengan teisme
yang ilmunya menjadi teologi. Jika berpusat pada material atau orang-orang yang
percaya kepada material seperti orang-orang di China jaman dulu yang komunis. Sedangkan
orang-orang yang berdasarkan pada modal dan bisnis maka disebut dengan kapitalisme.
Kalau yang hidupnya dari lahir hanya mementingkan keuntungan maka disebut Yutilitarialisme.
Kalau yang hidupnya hanya untuk mencari kemerdekaan yang absolut maka disebut
dengan liberalisme. Kalau hidupnya itu menyesuaikan dengan keadaan/relatif maka
disebut dengan relativisme. Kalau hidupnya yang hanya berdasarkan dan
mengandalkan pada pikir adalah rasionalisme. Kalau hidupnya hanya mengandalkan
pada pengalaman maka filsafatnya adalah empirisme. Kalau hidupnya hanya mengandalkan
ilmu pengetahuan makan disebut saintisisme. Kalau hidupnya hanya mengandalkan
metode penelitian maka disebut dengan positifisme. Kalau hidupnya hanya
mengandalkan kolaborasi maka filsafatnya adalah kolaborasionisme. Kalau hidupnya
percaya bahwa segala sesuatu itu mempunyai landasan namanya pondasionalisme. Maka
ilmu yang bersifat intuitif anti terhadap pondasionalisme. Kalau yang hidupnya
selalu absolut di cmana dirinya yang selalu benar dan yang lain salah maka
disebut absolutisme. Kalau hidupnya berpusat kepada masyarakat maka disebut
dengan sosialisme demikian seterusnya menurut Prof. Marsigit secara ontologi
semua bisa dijadikan isme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar