Rabu, 05 Mei 2021

REFLEKSI PERTEMUAN 10 (Vcon Terakhir): METODOLOGI FILSAFAT SECARA ONTOLOGI

Perkuliahan mata kuliah Filsafat Ilmu pertemuan ke-10 (pertemuan Vcon terakhir untuk mata kuliah filsafat) yang diampuh oleh Prof. Dr. Marsigit, MA. dilakukan pada hari Selasa, 04 Mei 2021 pukul 12:40-14:00 WIB dan berlangsung secara daring melalui Zoom. Inti materi yang disampaikan pada mata kuliah kali ini adalah mengenai metodologi filsafat secara ontologi.

Seperti biasanya, Prof. Marsigit memulai perkuliahan dengan bersama-sama membaca doa sesuai keyakinan masing-masing. Selanjutnya Prof menyampaikan rasa syukur atas kesempatan yang diberikan untuk bisa kembali bertemu pada kesempatan tersebut, karena secara makna filosofis ada banyak hal yang bisa kita terima seperti kesehatan dan terhindar dari Covid-19. Tak lupa Prof. Marsigit juga mengingatkan agar tetap menaati protokol kesehatan.

Sebelum masuk kepada inti perkuliahan Prof. menyampaikan bahwa beliau akan mereview tugas-tugas yang masuk secara keseluruhan dan menganggap bahwa Vcon kali ini sebagai pertemuan terakhir untuk mata kuliah ini, selebihnya waktu-waktu yang tersisa dijadikan sebagai waktu-waktu untuk memperbaiki tugas-tugas utama tugas G yang terakhir berdasarkan saran-saran yang akan disampaikan.

Misalnya, kita akan mengangkat judul metode filsafat. Kita bisa menelusuri metode filsafat dari hakikat filsafat atau ontologisnya, metode filsafat dari metode filsafat atau epistemologinya serta metode filsafat dari etika dan estetikanya atau aksiologinya. Ini dikarenakan tidak ada epistemologi tanpa aksiologi dan ontologi, tidak ada ontologi tanpa epistemologi dan aksiologi dan tidak ada aksiologi tanpa ontologi dan epistemologi. Maka semua perkara atau semua hal itu terkait pada tiga pilar tersebut yaitu hakikat, pendekatan atau metode dan manfaatnya.

Metodologi filsafat berdasarkan ontologinya adalah berbicara mengenai yang ada dan yang mungkin ada. Setiap yang ada dan yang mungkin ada adalah sifat yang mempunyai sifat atau metafisik dan merupakan sifat yang tidak berhenti kecuali berhenti pada suatu titik yaitu kuasa Tuhan. Sehingga metode berpikir dari sisi yang ada dan yang mungkin ada di bagi dua, yaitu yang ada sebagai fatal dan yang ada sebagai vital, yang ada sebagai takdir dan yang ada sebagai ikhtiar/potensi. Kemudian yang takdir dan potensi bisa tetap dan berubah. Bagi Tuhan, semua adalah takdir dan bagi manusia takdir adalah yang sudah terjadi atau yang terpilih, sedangkan ikhtiar bagi manusia adalah semua yang belum terjadi atau memilih dan bagi Tuhan semua adalah ketetapannya di mana tidak ada yang bisa membantah.

Tetap atau pun yang berubah, semua ada strukturnya yaitu struktur takdir dan struktur ikhtiar. Bagi manusia struktur takdir bersifat tetap sedangkan struktur ikhtiar bersifat tetap dan bersifat berubah. sedangkan kalau menurut kodratnya (kuasa Tuhan) takdir itu bisa tetap dan bisa berubah sesuai dengan kuasanya. Jadi jika kita berbicara mengenai struktur atau ontologi padahal tidak ada ontologi tanpa epistemologi, maka struktur itu epistemologi, ontologi dan aksiologi.

Struktur yang paling sederhana adalah fatal dan vital. Kemudian jika pikiran manusia maka struktur yang paling sederhana adalah wadah dan isi. Karena pikiran manusia ada yang tetap dan berjalan, maka struktur manusia juga ada dua yaitu struktur tetap dan struktur yang berjalan. Bahasan ini adalah sebagai bentuk ontologi, tapi jika kita membahas mengenai ontologi, maka ini juga termasuk epistemologi dan aksiologi. Oleh karena itu, kalau struktur itu tetap mau pun berjalan maka akan meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Kenapa demikian? Karena pikiran manusia dan di atasnya terdapat kuasa Tuhan yang meliputi pikiran manusia, hati manusia, kehidupan manusia, keselamatan manusia dan seterunya.

Jikalau hal tersebut mengalir dalam ruang dan waktu, maka ada aliran atau perjalanan struktur dalam ruang dan waktu tersebut yaitu forma atau bentuk dan substansi atau isinya. Jika isi adalah ikhtiarnya, maka bentuk atau formanya adalah takdir. Manusia beraktivitas dan berkiprah di dalam takdir yang diciptakan Tuhan. Selanjutnya jika kita berbicara mengenai wadah dan isi itu sebagai objek pikiran manusia, maka ada dua macam objek yaitu objek di dalam pikiran dan objek di luar pikiran. Misalnya remot speaker yang diperlihatkan kepada Anda maka Anda dapat mengatakan bahwa remot speaker itu ada secara objek di luar pikiran. Namun setelah remot itu dipindahkan dari hadapan Anda maka Anda masih bisa mengetahui bahwa remot tersebut berwarna hitam karena objeknya sudah di dalam pikiran Anda. Oleh karena itu, jika kita memikirkan sesuatu maka objeknya bisa berada di luar pikiran, bisa berada di dalam pikiran dan bisa berada di kedua-duanya.

Kalau kita percaya bahwa sesuatu itu hanya ada satu maka disebut monisme. Itulah kenapa orang yang percaya bahwa Tuhan itu satu disebut monoteisme. Sedangkan jika kita percaya sesuatu itu ada dua makan disebut dengan dualisme. Kalau monisme itu sebagai hakikat, maka kita menemukan ada ontologi monisme, ada epistemologi monisme dan ada aksiologi monisme. Sehingga dapat dikatakan bahwa dunia monisme itu lengkap, ada ontologinya, epistemologinya dan ada aksiologinya. Demikian juga dengan dualisme lengkap, sama dengan monisme. Berbicara mengenai filsafat maka kita berbicara mengenai isme. Isme itu apa? Isem adalah pusat. Mono itu apa? Mono itu satu. Jadi monisme adalah pusatnya ada satu. Kalau dua artinya dualisme dan kalau banyak berarti pluralisme.

Paham yang menganut pluralisme mempercaya bahwa sumber kebenaran itu banyak. Dunia pluralisme ada ontologinya, ada epistemologinya dan ada aksiologinya di mana aksiologinya adalah etika dan estetika. Etika dan estetika adalah yang dianggap bermanfaat dan dianggap baik. Jadi orang jepang itu menganut paham pluralisme sedangkan orang Indonesia menganut paham monisme sehingga tidak dapat dibanding-bandingkan etika dan estetikanya karena pada dasarnya berbeda secara ontologi, epistemologi dan aksiologi.

Berbicara mengenai Pancasila, Pancasila menganut paham monodualisme. Maksud dari monodualisme Pancasila adalah hablumminallah dan hablumminannas, di mana hidup manusia untuk beribadah kepada Tuhan dan harus bersosialisasi sesama manusia. Di belahan dunia lain tidak ada landasan yang bermonidualisme selain Indonesia. Oleh karena itu, jika ingin mencintai Indonesia/NKRI dari Sabang sampai Merauke maka harus menerapkan filsafat dasar negaranya yaitu monodualisme.

Melanjutkan penjelasan mengenai isme bahwa isme itu mencakup semuanya. Isme menurut Prof. Marsigit secara ontologi bahwa semua bisa dijadikan sebagai isme. Misal pusatnya adalah HP maka dapat disebut bahwa HPisme, kalau pusatnya makanan maka kita dapat menyebutnya makananisme, kalau pusatnya keluarga maka dapat disebut keluargaisme dan seterusnya yang hanya ditemukan di Indonesia khususnya di mata kuliah Prof. Marsigit, inilah yang disebut sebagai ilmu sendiri.

“jadilah orang yang berkarya, punya keyakinan, punya kemandirian yang merupakan maksud dari filsafat memerdekakan dari keterbelengguan ilmu yang mungkin dibuat oleh orang lain”. Inilah salah satu kehebatan filsafat.

Setelah kita dapat memahami isme adalah pusat maka bisa bermanfaat dan bisa juga berbahaya. Humanisme pada filsafat artinya adalah berpusat pada manusia yang bisa membahayakan manusia karena bisa meminggirkan Tuhan. Sedangkan kalau filsafat yang berpusat pada Tuhan atau disebut dengan teisme yang ilmunya menjadi teologi. Jika berpusat pada material atau orang-orang yang percaya kepada material seperti orang-orang di China jaman dulu yang komunis. Sedangkan orang-orang yang berdasarkan pada modal dan bisnis maka disebut dengan kapitalisme. Kalau yang hidupnya dari lahir hanya mementingkan keuntungan maka disebut Yutilitarialisme. Kalau yang hidupnya hanya untuk mencari kemerdekaan yang absolut maka disebut dengan liberalisme. Kalau hidupnya itu menyesuaikan dengan keadaan/relatif maka disebut dengan relativisme. Kalau hidupnya yang hanya berdasarkan dan mengandalkan pada pikir adalah rasionalisme. Kalau hidupnya hanya mengandalkan pada pengalaman maka filsafatnya adalah empirisme. Kalau hidupnya hanya mengandalkan ilmu pengetahuan makan disebut saintisisme. Kalau hidupnya hanya mengandalkan metode penelitian maka disebut dengan positifisme. Kalau hidupnya hanya mengandalkan kolaborasi maka filsafatnya adalah kolaborasionisme. Kalau hidupnya percaya bahwa segala sesuatu itu mempunyai landasan namanya pondasionalisme. Maka ilmu yang bersifat intuitif anti terhadap pondasionalisme. Kalau yang hidupnya selalu absolut di cmana dirinya yang selalu benar dan yang lain salah maka disebut absolutisme. Kalau hidupnya berpusat kepada masyarakat maka disebut dengan sosialisme demikian seterusnya menurut Prof. Marsigit secara ontologi semua bisa dijadikan isme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar