Kamis, 27 Mei 2021

TUGAS G (PROJEK): LANDASAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

A.  Pendahuluan

Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari berbagai aktivitas yang melibatkan interaksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Ini dikarenakan kehidupan manusia pada hakikatnya saling membutuhkan untuk bisa saling memenuhi keinginan dan harapan (Listia, 2015: 14). Begitu banyak keinginan manusia yang harus dipenuhi di antaranya adalah  keinginan alamiah untuk terus berpikir dan berdialektika baik secara internal dalam diri sendiri secara individu maupun secara eksternal di luar diri individu untuk mengembangkan potensi dirinya melalui proses yang disebut dengan pendidikan (Rini, 2013: 2). Dalam pandangan manusia sebagai makhluk pedagogi maka dinilai bahwa manusia bukanlah sebagai objek pendidikan melainkan sebagai subjek pendidikan. Berdasarkan anggapan tersebut maka dianggap bahwa tidak ada yang mampu mengubah pengetahuan seseorang selain seseorang itu sendiri (Burga, 2019: 19). Berdasarkan pandangan tersebut maka pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dinilai sebagai sebuah pendekatan yang selaras dengan pernyataan tersebut.

 

B.  Filsafat Konstruktivisme

1.   Filsafat

Istilah “filsafat” dapat ditinjau dari dua segi, yakni:

a.    Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa arab ‘falsafah’, yang berasal dari bahasa Yunani, ‘philosophia’, yang berarti ‘philos’= cinta, suka (loving), dan ’sophia’ = pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi ‘philosophia’ berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat diharapkan menjadi bijaksana.

b.    Segi praktis: dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti ‘alam pikiran’ atau ‘alam berpikir’. Berfilsafat artinya berpikir, olah pikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh (Kristiawan, 2016: 1).

2.   Filsafat Konstruktivisme

Dewasa ini konstruktivisme dianggap sebagai pandangan baru dalam pendidikan walaupun sebenarnya konstruktivisme merupakan pandangan dalam filsafat. Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan mereka. Konstruktivisme bertitik tolak dari asumsi bahwa pengetahuan tumbuh dan berkembang dari pikiran manusia melalui mengonstruksi, bukan melalui transfer. Konstruktivisme sebagai salah satu paradigma dalam teori belajar telah banyak mempengaruhi pembelajaran matematika terutama terhadap pendekatan pembelajaran yang disampaikan guru serta posisi dan peran dalam proses pembelajaran matematika (Rangkuti, 2014: 62).

Aliran Konstruktivisme lahir dari sebuah kritik secara terbuka terhadap pendekatan Neorealisme dan Neoliberalisme. Manusia merupakan makhluk individual yang dikonstruksikan melalui sebuah realitas sosial. Konstruksi atas manusia ini akan melahirkan paham yang intersubyektif. Hanya dalam proses interaksi sosial, manusia akan saling memahaminya. Dalam melihat hubungan antar sesama individu, nilai-nilai relasi tersebut bukanlah diberikan atau disodorkan oleh salah satu pihak, melainkan kesepakatan untuk berinteraksi itu perlu diciptakan di atas kesepakatan antar kedua belah pihak. Dalam proses ini, faktor identitas individu sangat penting dalam menjelaskan kepentingannya. Interaksi sosial antar individu akan menciptakan lingkungan atau realitas sosial yang diinginkan. Dengan kata lain, sesungguhnya realitas sosial merupakan hasil konstruksi atau bentukan dari proses interaksi tersebut. Hakekat manusia menurut konsepsi konstruktivisme lebih bersifat bebas dan terhormat karena dapat menolak atau menerima sistem internasional, serta membentuk kembali model relasi yang saling menguntungkan. Dalam teorinya, konstruktivistik merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori Gestalt. Perbedaannya adalah bahwa pada Gestalt permasalahan yang dimunculkan berasal dari pancingan eksternal sedangkan pada konstruktivistik permasalahan muncul dibangun dari pengetahuan yang direkonstruksi sendiri. Dalam pembelajaran di kelas, teori ini sangat percaya bahwa siswa mampu mencari sendiri masalah, menyusun sendiri pengetahuannya melalui kemampuan berpikir dan tantangan yang dihadapinya, menyelesaikan dan membuat konsep mengenai keseluruhan pengalaman realistik dan teori dalam satu bangunan utuh.

 

C.  Konstruktivisme pada Pembelajaran Matematika

Prinsip dasar yang melandasi filsafat konstruktivisme adalah bahwa semua pengetahuan dikonstruksikan (dibangun) dan bukan dipersepsi secara langsung oleh indra (penciuman, perabaan, pendengaran, perabaan, dan seterusnya) sebagaimana asumsi kaum realis pada umumnya. Selain itu tidak ada teori konstruktivisme tunggal, tetapi sebagian besar para konstruktivis memiliki setidaknya dua ide utama yang sama; (1) pembelajar aktif dalam mengonstruksikan pengetahuannya sendiri, dan; (2) interaksi sosial merupakan aspek penting bagi pengonstruksian pengetahuan (Bruning, Scraw, Norby, & Ronning dalam Supardan, 2016: 2).

Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat diketahui bahwa pembelajaran matematika yang berlandaskan pada pembelajaran konstruktivisme harus dapat menerima pertanyaan dan jawaban terbuka sebagai hasil konstruksi dari pemikiran peserta didik secara individual yang berbeda-beda. Sedangkan peran guru pada pembelajaran konstruktivisme ini lebih kepada pengarahan peserta didik pada proses pengkonstruksian pengetahuan ini sesuai dengan pernyataan Nuraini.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang berdasarkan pada pembelajaran konstruktivisme adalah Realistic Mathematics Education (RME).        Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan kata lain dari Realistic Mathematics Education (RME). Falsafah yang mendasari pendekatan matematik realistik seperti falsafah induknya (RME), yaitu konstuktivisme.  Nilai filosofis (ontologi, epistemologi dan aksiologi) Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dalam pembelajaran matematika dijabarkan sebagai berikut:

Ontologis

:

Pendekatan pembelajaran yang menempatkan realitas dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari siswa yang kemudian dikaitkan dengan pembelajaran matematika

Epistemologis

:

Langkah-langkah penerapan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dalam pembelajaran diawali dengan penyajian konten matematika yang dihubungkan dengan situasi nyata yang dikenal siswa. Kemudian melalui eksplorasi terhadap situasi nyata atau masalah nyata siswa menemukan kembali konsep matematika yang akan dipelajarinya.

Ontologi

:

Matematika dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa

 

Berikut ini contoh konstruktivisme pada pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD).

Perhatikan dialog antara guru dan siswa berikut

Guru                           : berapa 10 pangkat 3?

Siswa                          : 1000

Guru                           : dan 10 pangkat 2?

Siswa                          : 100

Guru                           : jadi 10 pangkat 1 menjadi berapa?

Siswa                          : 10

Siswa                          : berapa 10 pangkat 0? (siswa bertanya kepada guru )

Guru                           : mari kita cari berapa 10 pangkat 0?

kamu tahu bahwa pangkat 10 menurun satu persatu. Apa yang terjadi      jika 10 pangkat 0?           

Siswa                          :  satu

Guru                           :  berapa 10 pangkat -1?

Siswa                          :  0,1 atau 1/10

Dari dialog guru dan siswa tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme guru mengajak siswa untuk mengemukakan pendapat, mencari solusi atau jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh guru sehingga siswa diharapkan dapat mengaplikasikan pemahaman dan mengkonstruksi sendiri tentang konsep bilangan pangkat n yaitu 10 pangkat 3 atau 103 = 1000 dimana nilai n = 3.Jadi 10n = …

 

Berikut adalah sebuah contoh lain yang masih berhubungan dengan perpangkatan yang disajikan dalam bentuk ilustrasi/cerita:

(Seekor kakek bakteri sedang bercerita kepada cucu bakteri)

“cucuku sayang, dulu sekali pada waktu kakek datang ke sini, kakek masih sendirian tanpa teman ataupun sahabat”

“kapan itu, kek?”

“delapan jam yang lalu, cucuku”

“wah.. sudah lama sekali ya, kek?”

“iya memang waktu begitu cepat berlalu, kakek lanjutkan ya ceritanya, kakek waktu pertama ke sini memang masih sendirian. Tapi, karena sudah kodrat alami kita  untuk dapat membelah diri menjadi dua tiap 1 jam, akhirnya setelah 1 jam kakek di sini, kakek langsung membelah diri. Nah, inilah keturunan kakek yang pertama sekaligus teman pertama bagi kakek. Satu jam berikutnya masing-masing dari kami membelah diri lagi menjadi dua, begitu seterusnya sampai saat ini.”

“hmm.. kakek kan sudah delapan jam ada di sini, jadi keturunan kakek ada berapa ya?”

“waduh ada berapa ya, kakek tidak pernah menghitungnya. Kalau begitu mari kita hitung sama-sama. Supaya lebih mudah kita coba buat tabel ya”.

 

Jam ke-

Jumlah keturunan kakek

0

1

1

2

2

4

3

8

4

16

5

32

6

64

7

128

8

256

 

“Nah, cu, engkau bisa lihat sendiri, ternyata jumlah keturunan kakek sampai saat ini ada 256. Sekarang kakek ingin bertanya padamu, 3 jam lagi berapakah jumlah kita?” (Sang cucu menggaruk-garuk kepalanya)

Dari cerita di atas, guru bisa meminta siswa untuk membantu cucu bakteri mencari jawaban atas pertanyaan kakeknya. Selain itu guru dapat mengarahkan siswa untuk menemukan konsep perpangkatan dengan bilangan pokok 2.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Burga, M. A. (2019). Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Pedagogik. Al-Musannif1(1), 19-31.

Rangkuti, A. N. 2014. Konstruktivisme dan Pembelajaran Matematika. Jurnal Darul ‘Ilmi. 2(2): 61-76.

Listia, W. N. (2015). Anak Sebagai Makhluk Sosial. Jurnal Bunga Rampai Usia Emas1(1), 14-23.

Rini, Y. S., & Tari, J. P. S. (2013). Pendidikan: Hakekat, Tujuan, dan Proses. Yogyakarta: Pendidikan Dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta.

Kristiawan, M. 2016. Filsafat Pendidikan the Choice is Yours. Penerbit Valia Pustaka Jogjakarta; Yogyakarta.

Supardan, H. D., 2016. Teori dan Praktik Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Edunomic. 4(1); 1-12.

Nuraini, N. Aliran Filsafat Behaviorisme, Kognitivisme, Humanisme, Dan Konstrukstivisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar