Pengantar Edisi Pertama 1781 Dan Pengantar Edisi Kedua 1787
Estetika dan Intuisi
Bab pertama
Critique of Pure Reason, membahas mengenai estetika. Kant menggunakan istilah
estetika mengacu pada pengertian studi tentang persepsi yang ditangkap melalui
indera secara langsung. Kant membagi estetika menjadi dua bagian, yaitu aspek
intuitif dan aspek konseptual. Persepsi dalam pengertian Kant dianggap sebagai
‘data mentah’ yang hanya mencapai suatu keteraturan dan pengertian lewat
konseptualisasi.
Kant juga
memberikan pengertiannya yang khas dalam memahami kata ‘intuisi’. Kant
mengartikan intuisi sebagai proses penerimaan ‘data mentah’ pengetahuan dari
pengalaman tanpa melalui konseptualisasi. Intuisi yang
dimaksudkan oleh Kant di sini hanya merujuk pada suatu kondisi pengamatan
sesuatu, tanpa konseptualisasi terhadap data tersebut.
Revolusi
Copernicus dalam Filsafat Kantian
Hadirnya Critique of Pure Reason ini, akan
mempengaruhi Revolusi ala Copernicus dalam dunia filsafat. Hal ini
disebutkannya di kata pengantar edisi kedua Critique of Pure Reason.
Nicolaus Copernicus sendiri adalah
seorang ilmuwan abad ke-16 yang mencetuskan teori heliosentris. Teori inilah
yang menggeser pemahaman bahwa bumi merupakan pusat semesta. Akan tetapi
merupakan pandangan revolusioner yang ditentang keras oleh otoritas gereja
Katolik kala itu.
Selain berdampak pada revolusi dunia
filsafat, Kant juga menilai bahwa filsafat yang ia bangun berdampak terhadap
revolusi akal budi manusia. Akal budi manusia yang kala itu pasif menurut
penganut empirisme, menjadi pusat kesadaran yang aktif. Bahkan lebih jauh Kant menilai
bahwa akal budilah yang memprakarsai dan membentuk pengalaman.
Sifat
Dasar Pengetahuan
Kant menggunakan kata ‘Verstand’ untuk
mengungkapkan penggunaan akal budi dan konsep dalam proses mengetahui. Kant menafsirkan
pengetahuan dengan berdasar pada pemahaman secara umum. Iya tidak pernah
meragukan pengamatan umum yang dilakukan oleh banyak orang. Kant membagi pengetahuan sebagai berikut.
1. Pengetahuan berupa pernyataan bersifat analitik,
jika predikat dari subjek termuat dalam subjek.
2. Pengetahuan tidak berupa pernyataan bersifat
analitik, jika pernyataan tersebut menambahkan sesuatu yang baru tentang
subjek. Pernyataan ini kemudian disebut tidak murni dan disebut sebagai
pernyataan sintetik.
3. Pengetahuan berupa pernyataan yang dinyatakan benar
secara a priori, jika kebenarannya ditentukan sebelum pengalaman, atau tanpa
referensi pada pengalaman.
4. Pengetahuan berupa pernyataan yang dinyatakan benar
secara a posteriori, jika pernyataan tersebut ditentukan kebenarannya melalui
referensi pada pengalaman.
Penyataan a Priori Sintetik
Kant menilai kajian mengenai filsafat akan
sangan menarik jika berhadapan dengan masalah a priori sintetik. a priori
sintetik merupakan sesuatu yang esensial, karena merupakan bagian dari keutuhan
nalar kita. A priori sintetik merupakan kondisi niscaya yang diperlukan agar
pengetahuan menjadi mungkin. Kant menempatkan pikiran dalam kerangka yang aktif
dalam proses untuk mengetahui dan a priori sintentik merupakan cara pikiran
untuk aktif dalam proses mengetahui.
Fenomena dan Noumena
Fenomena merujuk
pada dunia yang tampak oleh kita dan memberikan perspektif personal. Kant
menilai dunia nyata hanya adalah fenomena yang kita tangkap dan konseptualkan.
Kemudian kita memperluas perspektif ke pandangan umum manusia-manusia lainnya, sehingga
terbentuklan pandangan objektif.
Dunia noumena
merupakan dunia pada dirinya sendiri yang berada di luar perspektif atau
pandangan kita kita secara personal atau dnegan kata lain sesuatu dalam sesuatu
itu sendiri dan tidak dilampaui oleh pengalaman kita serta tidak akan bisa diketahui
oleh kita selamanya.
Buku I
Deduksi Transendental
Deduksi
transendental adalah sebuah metode argumentasi yang digunakan oleh Kant dalam
Critique of Pure Reason. Transenden menurut Kant adalah segala sesuatu yang
berada di luar pengalaman manusia, sehingga melalui metode transendental ini,
ia berkeinginan untuk menyelidiki bagaimana cara untuk bisa mengetahui hal
tersebut.
Metode yang
digunakan Kant berupa metode deduktif yang tidak melibatkan analisis
psikologi empiris yang kerap dipakai dalam dunia moderen. Karena Kant dalam
Critique of Pure Reason menyelidiki tentang ruang lingkup pemahaman manusia.
Ruang dan Waktu
Ruang dan waktu adalah
forma yang digunakan mengamati, mengalami dan melihat dunia. Ruang dan waktu tidak bersifat empiris
dan konseptual. Kita dapat membayangkan suatu ruang dan waktu secara terpisah
dari pengalaman. Oleh karena itu, ruang dan waktu berada di luar pengalaman.
Kant berpendapat bahwa ruang dan wantu bukan sebauh konsep, sehingga keduanya
tidak dapat dipelajari.
Dari pandangan
kant di atas maka suatu konsep berkorespondensi dengan pengalaman menjadi suatu
peradaban tertentu akan mengkonseptualisasi dunia berbeda dengan yang lainnya.
Namun, ruang dan waktu merupakan sesuatu yang niscaya dalam setiap peradaban.
Kemudian, ruang dan waktu merupakan bagian dari konsep tentang ruang dan waktu.
Hal ini tidak berlaku bagi konsep, contohnya konsep tentang bintang tidak
mengandung contoh tertentu dari bintang itu sendiri.
BAB I Jejak Transendental Hingga Penemuan Semua
Konsepsi Murni Tentang Pemahaman
Sesuatu baik berupa konsep atau pengetahuan disebut
sebagai pengetahuan murni jika pengetahuan atau konsep tersebut diabstraksi
dari pengalaman namun tidak terjadi secara langsung pada kenyataannya. Pada
bagian inilah hadir pengetahuan transendental.
Sebalumnya Kant menyatakan bahwa seluruh pengetahuan itu
berawal dari pengalaman, tetapi hal ini tidak diartikan bahwa semua pengetahuan
yang ada berasal secara langsung dari pengalaman, misalnya adalah pengetahuan
trasendental. Pengetahuan transendental bukanlah sesuatu yang dialami itu sendiri. Namun, pengetahuan transendental
tidak dapat dibuktikan kebenarannya tanpa pengalaman.
Tentang Pemahaman
Pada bagian ini,
Kant menyatakan pemahaman sebagai kemampuan intelektual yang berlangsung secara
spontan, aktif dan kreatif dalam membentuk konsep yang bersifat memediasi.
Pemahaman berbanding terbalik dengan sensibilitas yang bersifat sensual, pasif
dan reseptif. Meskipun demikian, intuisi melalui sensibilitasnya memberikan
kita kesan langsung tentang dunia eksternal.
Kant merumuskan tahapan pengetahuan
mejadi 3 tahap, yaitu: 1) tahap sinopsis (Synopsis),
dimana pada taha ini terjadi peleburan pengalaman dengan berbagai macam intuisi
secara bersamaan; 2) tahap majinasi (Imagination) yatiu penyatuan,
pengukuhkan dan pembandingan berbagai impresi yang didapatkan dari pengalaman;
3) tahap pengenalan (Recognition) atau proses representasi objek
pengalaman melalui konsep.
Buku II
Doktrin Transadental dalam Kemampuan Penilaian atau Analisis
terhadap Prinsip
BAB I Tentang
Skematisme Konsepsi Murni dalam Pemahaman
Berbicara
mengenai subsumsi objek dalam sebuah konsepsi, dimana representasi objek
tersebut harus homogen dengan konsepsi tersebut. Konsepsi tersebut harus berisi hal-hal yang
diwakili dalam objek yang akan di masukkan ke dalamnya. Dalam semua ilmu, konsepsi
dari objek tersebut secara umum dianggap tidak berbeda dan heterogen dengan
hal-hal yang mewakili objek tersebut. Konsepsi pemahaman mengandung kesatuan
berbagai kesatuan sintetis murni pada umumnya. Waktu, sebagai kondisi formal
dari indera internal, sebagai akibat dari gabungan semua representasi,
mengandung berbagai apriori dalam intuisi murni. Tidak ada gambar yang bisa
memadai bagi konsepsi kita tentang sebuah segiitiga pada umumnya. Untuk
melakukan generalisasi pada konsep tersebut tidak pernah bisa dilakukan, karena
dalam hal ini mencakup semua segitiga, apakah itu siku-siku, atau yang lainnya.
Skema substansi
adalah keabadian yang nyata dalam waktu, yaitu representasi sebagai substratum
dari penentuan empiris waktu, hal tersebut
merupakan sebuah substratum yang karenanya dalam keadaan tetap,
sementara yang lain berubah. Skema tentang realitas adalah ekstensi dalam waktu
yang ditentukan. Skema tentang kebitihan adalah ekstensi objek di sepanjang
waktu. Kemudian, skema dari konsepsi murni dalam pemahaman adalah satu-satunya
kondisi yang benar dimana pemahaman kita menerima penerapannya bagi
objek-objeknya, sehingga memiliki signifikansi.
BAB II Sistem Prinsip Dari Pemahaman Murni
Bagian 1: Tentang Semua
Prinsip Utama Semua Peilaian Analitis
membahas penggunaan sebuah prinsip yaitu bukan untuk menghilangkan
kepalsuan dan kesalahan, tetapi juga bagi kognisi tentang kebenaran. Karena
jika penilaian bersifat analitis, bak poistif maupun negatif, kebenaran harus
selalu dikenali melaui prinisp kontradiksi.
Bagian 2 : Penilaian
Utama Penilaian Sintesis membahas prinsip utamanya dari seluruh penilaian
sintesis adalah bahwa setiap benda tunduk pada kondisi yang diperlukan dari
kesatuan sntesis dari berbagai jenis intuisi dalam kemungkinan pengalaman.
Bagian 3 Presentasi
Sistematis dalam semua prinisp sintetis dalam pemahaman murni membahas bahwa
semua prinsip pemahaman murni merupaka aksoma dari intuisi. Prinisp prinsip
pemahaman murni, dalam aplikasi mereka terhadap indera internal.
Aksioma Intuisi
( Semua Intuisi Adalah Kuantitas Yang Banyak)
Semua kombinasi
adalah komposisi atau koneksi. Pertama adalah sintesis yang memiliki beberapa
jenis yang merupakan bagian-bagian yang tidak saling memiliki. Sebagai contoh,
dua segitiga di mana sebuah persegi dibagi oleh sebuah diagonal, tidak perlu
saling memiliki, dan bentuk semacam ini merupakan sintesis dari benda yang
homogen dalam segala sesuatu yang dapat dipikirkan secara sistematis.
Antisipasi Terhadap
Persepsi
Dalam semua
fenomena yang nyata, yang merupakan objek penginderaan, ia memiliki kuantitas
intensif yang memiliki sebuah derajat. Buktinya bahwa persepsi adalah kesadaran
empiris, yaitu kesadaran yang berisi unsur penginderaan. Fenomena sebagai objek
persepsi tidaklah murni, yaitu hanya merupakan intuisi formal seperti ruang dan
waktu, karena mereka tidak dapat dirasakan dalam diri mereka sendiri. Kemudian
mereka berada di atas intuisi, bahan bagi sebuah objek ( yang melaluinya
merepresentasikan sesuatu yang ada dalam ruuang dan waktu), yaitu mengandung
penginderaan nyata, sebagai representasi subjektif, yang hanya memeberi kita
kesadara bahwa subjek dipengaruhi olehnya, yang kita sebut sebagai objek
eksternal.
Analogi Tentang
Pengalaman
Pengalaman
hanya terjadi melalui representasi hubungan yang diperlukan dalam persepsi.
Pengalaman adalah kognisi empiris, yaitu
sebuah kognisi yang menentukan objek melalui persepsi.
Analogi pertama
(Prinsip keabadia substansi). Semua fenomena ada dalam waktu, yang merupakan
substratum, yaitu sebagai bentuk permanen dari intuisi internal yag
berdampingan dan berurutan yang dapat direpresentasisakan. Analogi kedua (
Prinsip suksesi waktu menurut hukum kausalitas). Prinsip ini mungkin telah
dinyatakan bahwa semua berubahan (suksesi) dari fenomena ini hanya berubah,
karena perubahan substansi bukan merupakan asal-usul atau kepunahan, karena
konsepsi perubahan mengandaikan subjek yang sama seperti sesuatu yang ada
dengan dua penentuan yang berlawanan, akibatnya
bersifat permanen. Analogi ketiga itu tentang prinsip koeksistensi
sesuai dengan hukum timbal balik atau komunitas. Semua substansi, sejauh mereka
dapat dirasakan dalam ruang pada saat yang sama, ada dalam sebuah keadaan yang
sepenuhnya merupakan aksi timbal balik. Buktinya bahwa benda-benda ada secara
berdampingan, ketika dalam intuisi empiris persepsi yang satu megikutinya
berdasarkan persepsi yang lain, dan sebaliknya, yang tidak bisa terjadi dalam
suksesi fenomena, seperti yang kita tunjukkan dalam penjelasan mengenai prinsip
kedua.
Postulat
Pemikiran Empiris
1.
Hal-hal yang
sesuai dengan kondisi formal (intuisi dan konsepsi) dalam pengalaman adalah hal
yang mungkin.
2.
Apa yang
merupakan koherensi dengan kondisi-kondisi material dalam pengalaman (penginderaan)
adalah nyata
3.
Sesuatu yang
merupakan koherensi dengan realitas ditentukan berdasarkan kondisi universal
dari pengalaman sangat diperlukan.
Singgahan Terhadap Idealisme
Idealisme
material adalah teori yang menyatakan bahwa eksistensi objek-objek dalam ruang
tanpa kehadiran kita adalah meragukan dan tidak dapat ditunjukkan dan palsu
atau mustahil.
Dalil :
Kesadaran yang sederhana namun secara empiris merupakan kepastian tentang
eksistensi saya sendiri membuktikan eksistensi objek-objek eksternal dalam
ruang. Buktinya bahwa kesadaran akan eksistensi diri sendiri yang ditentukan
dalam waktu. Semua penentuan tentang waktu mengandaikan adanya sesuatu yang
permanen dalam persepsi.
Pernyataan Umum tentang Sistem Prinsip-Prinsip
Segala sesuatu
yang ada adalah ketergantungan yang pasti memiliki penyebab. Sesuatu bisa ada
hanya sebagai sebuah akibat, mempunyai sebuah penyebab.
BAB III Landasan
Pembagian Semua Objek ke dalam Fenomena dan Noumena
Prinsip-prinsip
pemahaman murni apakah, apakah itu bersifat apriori konstitutif (sebagai
prinsip-prinsip matematika), atau hanya sebagai analisis regulative (sebagai
dinamika), yang berisi skema murni, seolah-olah merupakan pengalaman yang
mungkin. Karena pengalaman memiliki kesatuannya dari kesatuan sintetis dimana
pemahaman yang awalnya berasal dari dirinya sendiri, menamakan sintesis kepada
imajinasi dalam kaitannya dengan apersepsi, dan dalam hubungan apriori dan
kesesuaian dengan fenomena, sebagai data bagi kognisi yang mungkin, harus berdiri
di atasnya.
Kesimpulannya,
bahwa tak ada satupun dari konsep-konsep ini yang menjadi milik sebuah objek
yang sesuai, dan akibatnya kemungkinan mereka yang nyata tidak dapat dibuktikan. Maka tidak dapat
dibantah lagi bahwa konsepsi murni dalam pemahaman tidak mampu melakukan
hal-hal yang bersifat transendental, sehingga harus selalu digunakan metode
empiris sehingga prinsip-prinsip pemahaman murni hanya berhubungan dengan
sebuah pengalaman yang mungkin, yakni objek indera, dan bukan merupakan benda pada
umumnya.
Buku I
Tentang Konsepsi Akal Budi Murni
Konsepsi tentang akal budi murni kira
disini tidak berbicara tentang kemungkinan tersebut. Melalui konsepsi, kita
menerima bahan bagi penggunaan akal budi. Tujuan dari konsepsi rasional adalah
pemahaman, karena konsepsi pemahaman juga merupakan pemahamasn terhadap
persepsi.
Buku II
Prosedur Dialektis Akal Budi Murni
Dapat dikatakan bahwa objek dari ide
transendental adalah sesuatu yang kita tidak memiliki konsepsi mengenainya,
meskipun ide itu merupakan produk yang sangat
diperlukan oleh akal budi menurut hukum asalnya.
Bab
I Tentang Paralogisme Akal Budi Murni
Paralogisme logis berisi kepalsuan
sebuah argumen dalam kaitannya dengan bentuk, apa pun isinya. Adapun solusi
dari paralogisme ialah ilusi diatektis dalam psikologi rasional muncul dari
gagasan kita yang membingungkan tentang akal budi. Tetapi jika kita memikirkan
bahwa kedua jenis objek itu tidak berbeda secara internal, tetapi hanya jauh
yang muncul secara eksternal, akibatnya sesuatu yang terletak di dasar
fenomena, sebagai sebuah benda dalam dirinya sendiri
Bab
II Antinomi Bagi Akal Budi Murni
Dengan cara ini, tema dari jenis ketiga
akan dibahas dalam bab berijut tentang kesatuan tak dikondisikan dari kondisi
objektif tentang kemungkinan objek secara umum. Tentu saja akal budi menetapkan
dengan sangat masuk akal mengenai prinsip prinsip kesatuan yang tidak
dikondisikan.
Antitesis Terhadap Akal Budi Murni
Thesis = istilah yang
diterapkan untuk setiap kumpulan proposisi dogmatis.
Contoh konflik pertama tentang ide
transendental
Thesis
= “Dunia memilki awal dalam kaitannya dengan waktu, dan juga terbatas dalam
kaitannya dengan ruang”
Bukti
= sesungguhnya dunia tidak memiliki awal dalam waktu gingga setiap saat dalam
waktu tertentu, dan ia meninggalkan serangkaian yang terbatas dari kondisi
berurutan.
Antitesis
= “Dunia tidak memiliki awal & tidak ada batas dalam ruang, tetapi
dalam kaitannya
dengan waktu dan ruang bersifat tak terbatas”
Bukti
= karna ia memiliki awal,
sebuah awal merupakan eksistensi yang didahului oleh waktu, dimana benda
tersebut tidak ada
Idealisme Trandential Sebagai Kunci Bagi
Solusi Dialektika Kosmologi Murni
Dalam estetika transdental, kita
membuktikan bahwa sesuatu yang memiliki instuisi dalam ruang & waktu. Semua
objek dari pengalaman yang mungkin hanyalah fenomena, dengan demikian fenomena
bukanlah benda yang ada dalam diri mereka sendiri, tetapi hanyalah representasi
belaka. Penyebab non- inderawi dalam fenomena ini benar benar tidak kita
ketahui dan karenanya tidak dapat diintuisikan sebagai sebuah objek.
Tetapi fenomena tersebut ketika
dihubungkan dengan hal semestisnya bukanlah merupakan benda tertentu dalam diri
nya sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan “Benda-benda yang benar ada dimasa
lalu telah ditentukan dalam objek transendental dalam pengalaman”.
Rangkaian waktu dimasa lalu ini
direpresentasikan sebagai keadaan yang nyata, bukan dalam dirinya sendiri,
tetapi hanya berhubungan dengan pengalaman yang mungkin.
Prinsip Regulatif Akal Budi Murni Dalam
Kaitannta Dengan Gagasan Kosmologis
Prinsip totaliras kosmologis tidak bisa
memberi kita pengetahuan tertentu dalam kaitannya dengan sifat maksimal dalam
serangkaian kondisi dalam dunia indera. Prinsip budi akal hanyalah aturan yang
merekomendasikan regresi dalam serangkaian kondisi dalam fenomena itu.
Hal itu merupakan prinsip konstitutif
bagi akal budi yang memberikan otorisasi kepada kita untuk memperluas konsepsi
kita tentang dunia inderawi melampaui semua pengalaman yang bersifat mungkin.
Penggunaan Empiris Prinsip Regulatif
Terhadap Akal Budi Dalam Kaitannya Dengan Ide-Ide Kosmologis
Telah terbukti bahwa tidak ada
penggunaan transendental yang daoat dilakukan dari konsepsi akal budi. Oleh
karena itu kita tidak diharuskan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan
dengan kauntitas mutlak tentang sebuah rangkaian. Kita hanya diminta untuk
menentukan seberapa jauh kita harus melanjutkan dalam regresi empuris dari
kondisi yang satu ke kondisi lain.
Penggunaan Empiris Prinsip Regulative Terhadap Akal
Budi dalam
Kaitannya dengan
Ide-Ide Kosmologis
Imanuel
kant telah menunjukan bahwa tidak ada penggunaan transendentas yang dapat
dilakukan dari konsepsi akal budi atau pemahaman. Kant menggambarkan pemahaman
sebagai kemampuan intelektual yang spontan, aktif dan kreatif dalam membentuk
konsep. Pemahaman selalu bersifat memediasi. Pemahaman berbanding terbalik
dengan sensibilitas yang bersifat sensual, pasif dan reseptif. Meskipun
demikian, intuisi melalui sensibilitasnya memberikan kita kesan langsung
tentang dunia eksternal. Kant juga telah menunjukan bahwa permintan terdahap
totalitas mutlak dalam serangkaian kondisi dalam dunia indera muncul dari
pelaksana tesendental terhadap akal budi. Oleh karena itu kita tidak diharuskan
untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan kuantitas muntlat tentang
sebuag rangkaian, baik ia terbatas atau tidak
terbatas.
Solusi Atas Ide Kosmologis dalam Totalitas Komposisi
Fenomena di Alam Semesta
Dalam problema kosmologi dasar bagi
prisipsi regulatifnya akal budi adalah proposisi bahaw dalam regresi empiris
kita tidak ada pengalaman dari suatu kondisi yang benar-benar tidak terkondisi
yang dapat ditemukan dan kebenarannya mengenai proposisi ini sendiri
berdasarkan pada pertimbangan bahwa pengalaman seperti itu harus
mempresentasikan kepada kita sebagai sebuah fenomena yang tidak dibatasi oleh
apa pun atau kekosongan belaka.
1.
Solusi
ide komologis dari totalitas devisi dari sebuah keseluruhan yang diberikan
dalam intuisi . Ketika
Immanuel kant membagi keseluruhan yang diberikan dalam intusi, melanjukatkan
dari yang dikondisikan kepada kondisinya. Pembagian terhadap bagian-bagian dari
keseluruhan adalah sebuah regresi dalam rangkaian kondisi. Totalitas mutlak
rangakain ini akan benar-benar dicapai dan diberikan kepada pikiran jika
regresi tersebut bias sampai di bagian-bagain yang sederhana.
2.
Solusi
Ide Kosmologis dari Totalitas Pengurangan Peristiwa Kosmis dari Penyebabnya.
Hanya ada dua mode
kausalitas yang dapat diterima-kausalitas alam atau kebebasan. Yang pertama adalah
konjungsi dari suatu negara tertentu dengan negara lain yang mendahuluinya
dalam dunia indra, yang pertama mengikuti yang terakhir berdasarkan suatu
hukum. Sekarang, karena kausalitas fenomena tunduk pada kondisi waktu, dan
keadaan sebelumnya, jika ia selalu ada, tidak dapat menghasilkan efek yang akan
muncul pertama kali pada waktu tertentu, kausalitas penyebab itu sendiri
haruslah. suatu akibat itu sendiri harus sudah mulai menjadi, dan oleh karena
itu, menurut prinsip pemahaman, dirinya sendiri membutuhkan sebab.
Kebebasan dalam pengertian ini
adalah ide transendental murni, yang, pertama-tama, tidak mengandung elemen
empiris; objek yang, kedua, tidak dapat diberikan atau ditentukan dalam
pengalaman apa pun, karena itu adalah hukum universal dari kemungkinan
pengalaman, segala sesuatu yang terjadi pasti memiliki penyebab, yang akibatnya
kausalitas suatu penyebab, makhluk sendiri sesuatu yang telah terjadi, pasti
juga ada penyebabnya. Dalam
pandangan kasus ini, seluruh bidang pengalaman, sejauh mana pun itu meluas,
tidak mengandung apa pun yang tidak tunduk pada hukum alam. Tetapi, karena kita
tidak dapat dengan cara ini mencapai totalitas absolut dari kondisi yang
mengacu pada rangkaian sebab dan akibat, akal menciptakan gagasan tentang
spontanitas, yang dapat mulai bertindak sendiri, dan tanpa sebab eksternal yang
menentukannya menjadi tindakan. , menurut hukum alam kausalitas.
Akal
budi murni secara konsekuen merupakan kondisi permanen dari semua tindakan kehendak
manusia. Masing-masing ditentukan dalam karakter empiris manusia, bahkan
sebelum itu terjadi
3.
Solusi
bagi ide kosmologis mengenai totalitas ketergantungan eksistensi fenomenal.
Immuel kant menganggap
perubahan dalam dunia indra sebagai rangkaian dinamis, di mana setiap anggota
tunduk pada yang lain sebagai penyebabnya. Tujuan kita saat ini adalah
memanfaatkan rangkaian keadaan atau kondisi ini sebagai panduan menuju
keberadaan yang mungkin merupakan kondisi tertinggi dari semua fenomena yang
dapat berubah, yaitu, makhluk yang diperlukan. Usaha kita untuk mencapai, bukan
kausalitas yang tidak terkondisi, tetapi keberadaan yang tidak terkondisi, dari
substansi. Oleh karena itu, rangkaian di depan kita adalah rangkaian konsepsi,
dan bukan intuisi
Penggunaan akal budi murni empiris tidak
dipengaruhi oleh asumsi tentang keberadaan yang murni dapat dipahami; ia
melanjutkan operasinya berdasarkan prinsip kemungkinan semua fenomena,
melanjutkan dari kondisi empiris ke kondisi yang lebih tinggi dan lebih tinggi,
itu sendiri secara empiris. Prinsip pengaturan ini hanya sedikit mengecualikan
asumsi penyebab yang dapat dipahami, ketika pertanyaan tersebut hanya berkaitan
dengan penggunaan akal budi murni dalam kaitannya dengan tujuan atau tujuan.
Karena, dalam hal ini, penyebab yang dapat dipahami hanya menandakan yang
transendental dan bagi kita tidak diketahui landasan kemungkinan fenomena
sensual, dan keberadaannya, perlu dan terlepas dari semua kondisi inderawi,
tidak konsisten dengan kemungkinan fenomena, atau dengan yang tidak terbatas.
kemungkinan kemunduran yang ada dalam rangkaian kondisi empiris
Bab III
Cita Cita Akal Budi Murni
Bagian 1
Cita – Cita Secara Umum
Immanuel kant melihat bahwa konsepsi
murni tidak menghadirkan objek ke dalam pikiran, kecuali dalam kondisi
inderawi; karena kondisi realitas objektif tidak ada dalam konsep ini, yang
pada kenyataannya tidak mengandung sesuatu kecuali sekadar bentuk pikiran. Namum
mungkin bila diterapkan pada fenomena yang disajikan in consretor, karena ia
adalah fenomena yang menghadirkan kepada mereka bahan untuk pembentukan
konsepsi empiris, yang tidak lebih dari bentuk – bentuk konkret dari konsepsi
pemahaman. Tapi ide tersebut
masih jauh dari kenyataan objektif dari pada kategori; karena tidak ada
fenomena yang pernah hadir kedalam pikiran manusia dalam konsestor . Ide tersebut berisi kesempurnaan tertentu
yang tidak dapat dicapai tanpa kognisi empiris; dan ide tersebut memberikan
kepada akal budi kesatuan yang sistematis, dimana kesatuan pengalaman mencoba
untuk mendekatinya, tetapi tidak pernah benar benar dapat dicapai
Tetapi yang
masih lebih jauh dari gagasan dan realitas obyektif adalah Ideal, dengan
istilah itu saya memahami gagasan, bukan secara konkret, tetapi dalam individu
sebagai hal yang individual, dapat ditentukan atau ditentukan oleh gagasan itu
sendiri. Gagasan kemanusiaan dalam kesempurnaannya yang lengkap mengandaikan
tidak hanya kemajuan semua kekuatan dan kemampuan, yang merupakan konsepsi kita
tentang sifat manusia, untuk pencapaian tujuan akhir mereka sepenuhnya, tetapi
juga segala sesuatu yang diperlukan untuk penentuan lengkap gagasan tersebut. ;
karena dari semua predikat yang kontradiktif, hanya satu yang dapat
menyesuaikan diri dengan gagasan tentang manusia sempurna. Apa yang saya sebut
ideal adalah dalam filosofi Platon sebuah gagasan tentang pikiran sebuah objek
individu yang hadir pada intuisi murni, yang paling sempurna dari setiap jenis
makhluk yang mungkin, dan pola dasar dari semua eksistensi fenomenal.
Bagian 2
Tentang Cita-Cita
Transendental (Prototypon Trancendentale)
Setiap
konsepsi, dalam hubungannya dengan apa yang tidak terkandung di dalamnya, tidak
dapat ditentukan dan tunduk pada prinsip determinabilitas. Prinsip ini adalah
bahwa, dari setiap dua predikat yang bertentangan secara kontradiktif, hanya
satu yang dapat termasuk dalam suatu konsepsi. Ini adalah prinsip yang murni
logis, yang didasarkan pada prinsip kontradiksi; sejauh ia membuat abstraksi
lengkap dari konten dan hanya memperhatikan bentuk logis dari kognisi. Tetapi
sekali lagi, segala sesuatu, sehubungan dengan kemungkinannya, juga tunduk pada
prinsip ketetapan hati yang lengkap, yang menurutnya salah satu dari semua
kemungkinan predikat kontradiktif yang mungkin harus menjadi miliknya. Prinsip
ini tidak hanya didasarkan pada kontradiksi; karena, selain hubungan antara dua
predikat yang kontradiktif, ia menganggap segala sesuatu berdiri dalam
kaitannya dengan jumlah kemungkinan, sebagai jumlah total semua predikat hal,
dan, sementara mengandaikan jumlah ini sebagai kondisi apriori, menyajikan
kepada pikiran semuanya menerima kemungkinan keberadaan individualnya dari
hubungan yang dimilikinya, dan bagian yang dimilikinya, jumlah kemungkinan yang
disebutkan di atas.
Prinsip
determinasi lengkap menghubungkan konten dan bukan dengan bentuk logis. Ini
adalah prinsip sintesis dari semua predikat yang diperlukan untuk membentuk
konsepsi lengkap dari suatu hal, dan bukan prinsip representasi analitis
belaka, yang menyatakan bahwa salah satu dari dua predikat yang kontradiktif
harus dimiliki oleh sebuah konsepsi. Lebih dari itu, ia mengandung praduga
transendental yaitu, materi untuk semua kemungkinan, yang harus memuat secara
apriori data untuk kemungkinan ini atau itu.
Bagian 3
Tentang Argumen yang
Digunakan oleh
Akal Budi Spekulatif Mengenai Bukti Eksistensi yang
Maha Tinggi
Argumen
ini, meskipun sebenarnya transendental, karena bertumpu pada ketidakcukupan
intrinsik kontingen, begitu sederhana dan alami, sehingga pemahaman yang paling
umum dapat menghargai nilainya. Kita melihat hal-hal di sekitar kita berubah,
muncul, dan lenyap; mereka, atau kondisinya, karena itu pasti ada penyebabnya.
Permintaan yang sama sekali lagi harus dibuat dari penyebab itu sendiri —
sebagai datum pengalaman. Sekarang wajar jika kita harus menempatkan kausalitas
tertinggi tepat di tempat kita menempatkan kausalitas tertinggi, di dalam
makhluk itu, yang berisi kondisi dari semua efek yang mungkin, dan konsepsinya
sesederhana seperti realitas yang merangkul semua. Karena itu, penyebab
tertinggi ini, kami anggap sebagai mutlak perlu, karena kami merasa mutlak
perlu untuk bangkit ke sana, dan tidak menemukan alasan apa pun untuk melangkah
lebih jauh darinya. Dengan demikian, di antara semua bangsa, melalui politeisme
tergelap bersinar beberapa percikan samar monoteisme, yang kepadanya para
penyembah berhala ini telah dipimpin, bukan dari refleksi dan pemikiran yang
mendalam, tetapi oleh studi dan kemajuan alami dari pemahaman bersama.
Bagian 4
Kemuntahilan Bukti Ontologis Tentang Eksistesi Tuhan
Para filsuf
selalu berbicara tentang makhluk yang mutlak diperlukan, dan bagaimanapun
menolak untuk bersusah payah memahami apakah dan bagaimana makhluk dengan sifat
ini bahkan dapat dipercaya, belum lagi keberadaannya sebenarnya dapat
dibuktikan. Definisi verbal dari konsepsi tentu cukup mudah: ini adalah sesuatu
yang tidak mungkin ada. Tetapi apakah definisi ini menjelaskan kondisi-kondisi
yang membuat tidak mungkin untuk merenungkan tidak adanya sesuatu kondisi yang
ingin kita pastikan, sehingga kita dapat menemukan apakah kita memikirkan
sesuatu dalam konsepsi makhluk seperti itu atau tidak? Karena fakta belaka yang
saya buang, melalui kata tanpa syarat, semua kondisi yang biasanya dibutuhkan
pemahaman untuk menganggap apa pun sebagai perlu, sangat jauh dari menjelaskan
apakah melalui konsepsi kebutuhan tanpa syarat menurut saya dari sesuatu, atau
benar-benar tidak sama sekali. Bahkan, konsepsi-kebetulan ini, sekarang menjadi
begitu mutakhir, banyak yang berusaha menjelaskan dengan contoh-contoh yang
tampaknya membuat pertanyaan apa pun mengenai kejelasannya menjadi tidak perlu.
Setiap proposisi geometris sebuah segitiga memiliki tiga sudut yang dikatakan,
mutlak diperlukan; dan dengan demikian orang berbicara tentang suatu objek yang
terletak di luar lingkup pemahaman kita seolah-olah sangat jelas apa arti
konsepsi makhluk seperti itu.
Bagian 5
Kemustahilan Bukti Kosmologis Mengenai Eksistensi Tuhan
Buktinya
sebagai berikut: Makhluk niscaya dapat ditentukan hanya dengan satu cara,
yaitu, ia dapat ditentukan hanya oleh satu dari semua kemungkinan predikat yang
berlawanan; akibatnya, itu harus sepenuhnya ditentukan dalam dan oleh
konsepsinya. Tetapi hanya ada satu konsepsi tentang sesuatu yang mungkin, yang
sepenuhnya menentukan hal yang apriori: yaitu, konsepsi ens realissimum. Oleh
karena itu, konsepsi ens realissimum adalah satu-satunya konsepsi yang
dengannya kita dapat membayangkan makhluk yang diperlukan. Akibatnya, Makhluk
Tertinggi pasti ada. Dalam argumen kosmologis ini terkumpul begitu banyak
proposisi canggih sehingga nalar spekulatif tampaknya telah mengerahkan di
dalamnya semua keterampilan dialektiknya untuk menghasilkan ilusi transendental
dari karakter yang paling ekstrem. Kami akan menunda penyelidikan argumen ini
untuk saat ini, dan membatasi diri kita untuk mengekspos siasat yang dengannya
ia memaksakan kepada kita argumen lama dengan pakaian baru, dan menarik
persetujuan dua saksi, yang satu dengan kredensial nalar murni, dan yang lain
dengan empirisme; Padahal, sebenarnya hanya mantan yang mengganti pakaian dan
suaranya, dengan tujuan menyamar sebagai saksi tambahan. Bahwa ia mungkin
memiliki fondasi yang aman, ia mendasarkan kesimpulannya pada pengalaman, dan
dengan demikian tampaknya sepenuhnya berbeda dari argumen ontologis, yang
menempatkan kepercayaannya sepenuhnya pada konsepsi apriori murni. Tetapi
pengalaman ini hanya membantu alasan dalam membuat satu langkah menuju
keberadaan makhluk yang diperlukan
Bagian 6
Tentang Kemustahilan Bukti Psiko-Teologis
Momenta
utama dalam argumen fisiko-teologis adalah sebagai berikut: 1. Kita mengamati
di dunia tanda-tanda yang nyata dari suatu tatanan yang penuh tujuan,
dilaksanakan dengan hikmat yang besar, dan argumen dalam keseluruhan isi yang
sangat beragam, dan sampai batas tertentu tanpa batas. . 2. Pengaturan sarana
dan tujuan ini sama sekali asing dengan hal-hal yang ada di dunia itu milik
mereka hanya sebagai atribut yang bergantung; Dengan kata lain, sifat dari
hal-hal yang berbeda tidak dapat dengan sendirinya, cara apa pun yang
digunakan, secara harmonis cenderung menuju tujuan tertentu, jika mereka tidak
dipilih dan diarahkan untuk tujuan ini oleh prinsip rasional dan disposing,
sesuai dengan ide-ide fundamental tertentu. 3. Oleh karena itu, terdapat
penyebab yang luhur dan bijaksana (atau beberapa), yang bukan hanya alam yang
buta dan berkuasa, menghasilkan makhluk dan peristiwa yang memenuhi dunia dalam
kesuburan yang tidak disadari, tetapi penyebab dunia yang bebas dan cerdas. 4.
Kesatuan penyebab ini dapat disimpulkan dari kesatuan hubungan timbal balik
yang ada antara bagian-bagian dunia, sebagai bagian dari bangunan artistik sebuah kesimpulan yang disukai oleh semua
pengamatan kami, dan semua prinsip analogi mendukung
Dalam argumen di atas, disimpulkan dari
analogi produk-produk alam tertentu dengan produk-produk seni manusia, ketika
ia memaksa Alam untuk membengkokkan dirinya pada tujuannya, seperti dalam kasus
rumah, kapal, atau arloji, bahwa jenis kausalitas yang sama — yaitu, pemahaman
dan kemauan berada di alam. Juga
dinyatakan bahwa kemungkinan internal dari sifat yang bertindak bebas ini (yang
merupakan sumber dari semua seni, dan mungkin juga dari nalar manusia)
diturunkan dari seni lain dan manusia super sebuah kesimpulan yang mungkin
ditemukan tidak mampu bertahan dalam ujian kritik transendental halus. Tetapi
tidak satu pun dari pendapat-pendapat ini yang akan kami ajukan saat ini. Kami
hanya akan berkomentar bahwa harus diakui bahwa, jika kita ingin membahas
subjek sebab, kita tidak dapat melanjutkan lebih aman daripada dengan panduan
analogi yang ada antara alam dan produk desain semacam itu adalah satu-satunya produk yang sebab dan cara
organisasi benar-benar kita ketahui.
Bagian 7
Kritik atas
Semua Teologi yang
Berdasarkan pada
Prinsip Akal Budi Spekulatif
Teologi
transendental bertujuan menyimpulkan keberadaan Yang Mahatinggi dari pengalaman
umum, tanpa referensi lebih dekat ke dunia tempat pengalaman ini berasal, dan
dalam hal ini disebut kosmotheologi; atau ia berusaha untuk mengetahui
keberadaan makhluk seperti itu, melalui konsepsi belaka, tanpa bantuan
pengalaman, dan kemudian disebut ontotheology. Teologi natural menyimpulkan
atribut dan keberadaan seorang penulis dunia, dari konstitusi, tatanan dan
kesatuan yang dapat diamati di, dunia, di mana dua mode kausalitas harus diakui
keberadaannya yaitu alam dan kebebasan. Dengan demikian ia bangkit dari dunia
ini menuju kecerdasan tertinggi, baik sebagai prinsip dari semua alam, atau
dari semua tatanan moral dan kesempurnaan. Dalam kasus pertama ini disebut fisiko-teologi,
dalam kasus kedua, etika atau teologi moral.
Oleh karena
itu, teologi transendental masih memiliki arti negatif, meskipun tidak cukup
obyektif; ini berguna sebagai tes prosedur akal ketika terlibat dengan ide-ide
murni, tidak lain dari standar transendental yang dalam hal ini dapat diterima.
Karena jika, dari sudut pandang praktis, hipotesis tentang Yang Mahatinggi dan
Yang Maha Cukup adalah untuk mempertahankan validitasnya tanpa perlawanan, maka
yang paling penting adalah mendefinisikan konsepsi ini dengan cara yang benar
dan ketat sebagai konsepsi
transendental. dari makhluk yang diperlukan, untuk menghilangkan semua elemen
fenomenal dan pada saat yang sama meluap semua pernyataan yang kontradiktif baik itu ateistik, deistik, atau
antropomorfik. Ini tentu saja sangat mudah; sebagai argumen yang sama yang
menunjukkan ketidakmampuan akal manusia untuk menegaskan keberadaan Yang
Mahatinggi harus sama cukup untuk membuktikan ketidakabsahan penyangkalannya.
Karena tidak mungkin memperoleh dari spekulasi murni tentang alasan yang
menunjukkan bahwa tidak ada Yang Mahatinggi, sebagai dasar dari semua yang ada,
atau bahwa makhluk ini tidak memiliki satu pun dari sifat-sifat yang kita
anggap analogis dengan kualitas dinamis dari makhluk yang berpikir. , atau
bahwa, seperti yang para antropomorfis ingin kita percayai, ia tunduk pada
semua batasan yang dibebankan sensibilitas pada kecerdasan-kecerdasan yang ada
di dunia pengalaman.
Doktrin Metode Transendental
Doktrin metode transendental ini
membahas mengenai penentuan kondisi-kondisi formal seperti disiplin, undang-undang,
arsitektonis hingga akhirnya mengenai sejarah akal budi murni. Sudut pandang
transendental diharapkan dapat mencapai apa yang diusahakan namun terhambat
oleh logika praktis.
Bab I Disiplin Akal Budi Murni
Penilaian negatif itu penting untuk
ada/dibentuk karena berfungsi untuk mencegah terjadinya kesalahan, menghasilkan
kedisiplinan dan mengesampingkan doktrin positif. Matematika tidak memerlukan
kritik, konsepsi akal budi murni ditampilkan dalam intuisi murni, karena ketika
terdapat pengaruh empiris kita memerlukan batas-batas tertentu agar tidak
terjebak dalam kesalahan.
Bagian 1 Disiplin Akal Budi Murni dalam
Bidang Dogmatisme
Matematika adalah metode untuk sampai
pada kepastian yang demonstratif, kemudian dogmatis adalah suatu kepastian
filsafat. Kognisi filosofis adalah kognisi akal budi melalui konsepsi, kemudian
kognisi matematika adalah kognisi melalui pembangunan konsepsi. Pembangunan
konsepsi adalah a priori, intuisi. Materi dalam fenomena yang berupa
benda-benda disajikan dalam persepsi aposteriori. Sehingga, kognisi apriori
adalah kognisi matematika rasional dengan cara membangun konsepsi dan kognisi a
posteriori merupakan kognisi empiris murni yang tidak memiliki sifat kebutuhnan
dan universalitas. Kesimpulan : a) dalam filsafat kita tidak harus meniru
penggunaan matematika yang dimulai dengan definisi, kecuali dengan cara
hipotesis atau percobaan, b) definisi matematika tidak bisa salah
Tentang Aksioma
Aksioma adalah prinsip sintesis apriori.
Filsafat adalah akal budi murni yang tidak memiliki prinsip rigid yang pantas
disebut sebagai aksioma seperti dalam hal matematika. Aksioma selal membutuhkan
deduksi dan selalu jelas.
Tentang Demonstrasi
Matematika mengandung demonstrasi yang
diperoleh dari pembangunan konsepsi dan dimulai melalui intuisi secara a
priori. Kognisi filosifis tidak demonstratif karena ia diperlukan untuk
mempertimbangan yang umum selalu melalui konsepsi dan yang digunakan di
dalamnya hanya kata-kata.
Bagian 2 Disiplin Akal Budi Murni Dalam
Polemik
Akal budi murni dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang, terutama dari berbagai pandangan para filsuf, seperti
David Hume, Priestley dan filsuf-filsuf yang lain. Semua pernyataan yang
dikemukakan oleh akal budi murni melampaui kondisi pengalaman yang mungkin, di
luar bidang yang dapat kita temukan yang tidak memiliki kriteria kebenaran,
pada saat yang sama dibingkai berdasarkan hukum pemahaman yang hanya berlaku
dalam pengalaman. Kritik akal budi murni dianggap sebagai pengadilan tertinggi
bagi semua sengketa spekulatif karena ia tidak terlibat dalam sengketa ini.
Skeptisism adalah jalan terpendek bagi
perdamaian permanen dalam filsafat. Skeptisism digunakan untuk membangkitkan
akal budi dari mimpi dogmatisnya dan mendorong penyelidikan lebih cermat dalam
kekuatan dan pretensinya sendiri.
Skeptisisme Bukan Sebuah Keadaan tetap
Bagi Akal Budi Manusia
Penentuan batas-batas akal budi dapat
dilakukan dengan landasan apriori, sedangkan pembatasan empiris hanya bisa
terjadi secara aposteriori. Hume termasuk salah satu filsuf skeptisism.
Prosedur skeptisdalam filsafat tidak memberikan solusi atas masalah akal budi,
tapi ia membentuk sebuah latihan yang sangat baik bagi kekuatannya,
membangkitkan kehati-hatian, serta menunjukkan cara yang paling lengkap dalam
menetapkan klaim atas kepemilikan yang sah.
Bagian 3 Disiplin Akal Budi Murni dalam
Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pengandaian yang
berkaitan dengan realitas objek, namun pengandaian in harus benar-benar
beralasan dan memiliki hubungan. Hipotesis transendental, ide tentang akal budi
digunakan untuk menjelaskan fenomena alam dan tidak akan memberikan kita
wawasan yang lebih baik mengenai sebuah fenomena, karena kita harus menjelaskan
sesuatu dimana kita tidak cukup memahaminya dari prinsip-prinsip empiris yang
diketahui melalui sesuatu yang kita tidak memahaminya sama sekali. Oleh karena
itu, hipotesis transendental tidak dapat diterima, karena hipotesis tersebut
tidak mengajukan alasan dan karena lisensi ini tidak akan membuahkan hasil.
Bagian 4 Disiplin Akal Budi Murni dalam
Kaitannya dengan Bukti
Modus penggunaan akal budi dapat
digunakan dengan mudah ketika ingin membuktikan kebenaran sebuah hipotesis
sehingga jika semua kesimpulan kita telah ditarik dan diperiksa sehingga sesuai
dengan proposisi yang diasumsikan, maka semua kesimpulan lain yang mungkin juga
akan sesuai dengannya. Tapi, dengan cara ini sebuah hipotesis tidak pernah
dapat ditegakkan sebagai kebenaran yang dapat dibuktikan.
Bab II Norma Bagi Akal Budi Murni
Norma bagi pemahaman murni adalah
analitis transendental, karena ia memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dengan
benar kognisi sintetis apriori.
Bagian 1 Tentang Tujuan Akhir Penggunaan
Akal Budi Murni
Spekulasi transendental dalam akal budi
murni berkaitan dengan tiga hal, yaitu kebebasan kehendak, keabadian jiwa dan
eksistensi Tuhan.
Bagian 2 itentang Cita-Cita Summum Bonum
sebagai Landasan Penentuan bagi Tujuan Akhir Akal Budi
Murni
Akal budi menjelaskan kepada kita dalam
penggunaan spekulatifnya melalui bidang pengalaman, sehingga terserah kepada
kita untuk mempertimbangkan apakah akal budi murni dapat digunakan dalam
lingkup praktis dan apakah ia di sini membimbing kita kepada ide-ide untuk
mencapai tujuan tertinggi akal budi murni. Seluruh kepentingan akal budi
berpusat pada 3 pertanyaan berikut :
1. Apa
yang bisa saya ketahui? (bersifat spekulatif)
2. Apa
yang harus saya lakukan? (bersifat praktis)
3. Apa
yang dapat saya harapkan? (bersifat praktis teoritis)
Bagian 3 Tentang Opini, Pengetahuan Dan
Keyakinan
Jika sebuah penilaian berlaku bagi
setiap wujud rasional, maka landasannya secara objektif telah mencukupi, dan
ia disebut sebagai sebuah keyakinan.
Jika di sisi lain ia memiliki landasan dalam karakter tertentu dari subjek
tersebut, ia disebut sebuah persuasi. Opini adalah sebuah penilaian yang secara
sadar tidak memadai, baik secara subjektif maupun objektif. Kepercayaan secara
subjektif memadai, tapi secara objektif tidak memadai. Sedangkan pengetahuan,
baik secara subjektif maupun objektif memadai.
Bab III Arsitektonis Akal Budi Murni
Arsitektonis adalah seni membangun
sistem, doktrin ilmiah dalam kognisi. Sistem adalah kesatuan erbagai kognisi di
bawah satu ide, ide adalah konsepsi yang diberikan oleh akal budi.
Bab IV Sejarah Akal Budi Murni
1. Objek
kognisi akal budi. Filsuf dibagi menjadi 2 yaitu penganut inderawi dan penganut
intelektual. Tokoh : Epicurus, (pertama) dan Plato (terakhir). Pertma-tama
menegaskan bahwa realitas berada dalam objek inderawi saja, kemudian yang kedua
menegaskan bahwa indera adalah induk dari ilusi dan kebenaran dapat ditemukan
dalam pemahaman saja.
2. Asal-usul
kognisi murni akal budi. Kognisi sepenuhnya berasal dari pengalaman dan
kebalikannya bahwa kognisi berasal dari akal budi saja. Tokoh empiris :
Aristoteles, Locke, kemudian tokoh noologis: Plato, Leibnitz.
3. Metode.
Metode adalah prosedur berdasarkan prinsip-prinsip. Metode dibagi menjadi dua
yaitu naturalistik dan ilmiah. Tokoh : Wolf dan David Hume.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar