Minggu, 28 Maret 2021

REFLEKSI PERTEMUAN 5: KARYA ILMIAH

Perkuliahan mata kuliah Filsafat Ilmu pertemuan ke-5 yang diampuh oleh Prof. Dr. Mardigit, MA. dilakukan pada hari Selasa, 23 Maret 2021 pukul 12:40-14:00 WIB dan berlangsung secara daring melalu Zoom. Inti materi yang disampaikan pada mata kuliah kali ini adalah mengenai karya Ilmah.

Di awal perkuliahan, Prof. Dr. Marsigit menjelaskan bahwa mahasiswa yang dalam keadaan sakit hendalnya mengusahakan untuk tetap mengikuti Vcon walau pun hanya sekedar mendengarkan dan off cam karena itu akan sangat berpengaruh terhadap pemberian nilai akhir, kecuali benar-benar tidak sapat mengikuti Vcon tapi akan tetap menjadi pertimbangan.

Selanjutnya Prof. Dr. Marsigit juga menjelaskan mengenai tugas pada minggu-minggu sebelumnya, yang mana beliau menjelaskan bahwa tugas pera konsep bukan hanya sekedar kualitas dan kuantitasnya semata yanh hanya untuk menjatuhkan dan memenuhi amanah.

Selanjutnya beliau memjelaskan mengenai ilmu. Ilmu itu harus bersikap murah, ilmu itu harus dibagikan. Memberikan ilmi kepada orang lain maka kita akan mensapatkan ilmu dari orang tersebut, setidaknya dalambentuk doa. Ilmu itu tinglatanya sanhat tinggi seperti dengan spiritialitas.

Setalh itu, beliau juga menjelaskan mengenai karya. Karya itu meliputi semua sesuatu seperti bentuk, bulir dan lain-lain. Karya itu bermacam-macam, seperti karya biasa dan karya istimewa, karya yang sudah di baca san tidak sudah dibaca, karya yang di tayangkan, karya orang awam, karya pejuang, karua lokal, karya fiksi dan karya ilmiah.

Karya ilmiah terlalu sempit untuk mengukur filsafat. Apakah filsafat itu merupakan karya ilmiah?, bergantung pada apa yang dimaksud dengan ilmiah. Ilmiah adalah semuanya, sedangkan karya iliah adalah hsil karyanya yang di buat dan diperoleh dengan cara ilmiah berupa tulisan dan pidato ilmiah. Paling rendah dari karya ilmiah adalah intuisi.

Filsafat itu kalau ke atas disebut konvergen, yang menuju suatu titik yang disebut spiritualisme. Sedangkn filsafat yang menuju kebawah disebut divergen yang disebut realitas.

Senin, 22 Maret 2021

TUGAS D: PETA KONSEP SEJARAH FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN

 



TGAS C: REFLEKSI BUKU THE CRITIQUE OF PURE REASON (Immanuel Kant, 1781)

 Pengantar Edisi Pertama 1781 Dan Pengantar Edisi Kedua 1787

Estetika dan Intuisi

Bab pertama Critique of Pure Reason, membahas mengenai estetika. Kant menggunakan istilah estetika mengacu pada pengertian studi tentang persepsi yang ditangkap melalui indera secara langsung. Kant membagi estetika menjadi dua bagian, yaitu aspek intuitif dan aspek konseptual. Persepsi dalam pengertian Kant dianggap sebagai ‘data mentah’ yang hanya mencapai suatu keteraturan dan pengertian lewat konseptualisasi.

 

Kant juga memberikan pengertiannya yang khas dalam memahami kata ‘intuisi’. Kant mengartikan intuisi sebagai proses penerimaan ‘data mentah’ pengetahuan dari pengalaman tanpa melalui konseptualisasi. Intuisi yang dimaksudkan oleh Kant di sini hanya merujuk pada suatu kondisi pengamatan sesuatu, tanpa konseptualisasi terhadap data tersebut.

 

Revolusi Copernicus dalam Filsafat Kantian

Hadirnya Critique of Pure Reason ini, akan mempengaruhi Revolusi ala Copernicus dalam dunia filsafat. Hal ini disebutkannya di kata pengantar edisi kedua Critique of Pure Reason.

 

Nicolaus Copernicus sendiri adalah seorang ilmuwan abad ke-16 yang mencetuskan teori heliosentris. Teori inilah yang menggeser pemahaman bahwa bumi merupakan pusat semesta. Akan tetapi merupakan pandangan revolusioner yang ditentang keras oleh otoritas gereja Katolik kala itu.

 

Selain berdampak pada revolusi dunia filsafat, Kant juga menilai bahwa filsafat yang ia bangun berdampak terhadap revolusi akal budi manusia. Akal budi manusia yang kala itu pasif menurut penganut empirisme, menjadi pusat kesadaran yang aktif. Bahkan lebih jauh Kant menilai bahwa akal budilah yang memprakarsai dan membentuk pengalaman.

 

Sifat Dasar Pengetahuan

Kant menggunakan kata ‘Verstand’ untuk mengungkapkan penggunaan akal budi dan konsep dalam proses mengetahui. Kant menafsirkan pengetahuan dengan berdasar pada pemahaman secara umum. Iya tidak pernah meragukan pengamatan umum yang dilakukan oleh banyak orang. Kant membagi pengetahuan sebagai berikut.

1.    Pengetahuan berupa pernyataan bersifat analitik, jika predikat dari subjek termuat dalam subjek.

2.    Pengetahuan tidak berupa pernyataan bersifat analitik, jika pernyataan tersebut menambahkan sesuatu yang baru tentang subjek. Pernyataan ini kemudian disebut tidak murni dan disebut sebagai pernyataan sintetik.

3.    Pengetahuan berupa pernyataan yang dinyatakan benar secara a priori, jika kebenarannya ditentukan sebelum pengalaman, atau tanpa referensi pada pengalaman.

4.    Pengetahuan berupa pernyataan yang dinyatakan benar secara a posteriori, jika pernyataan tersebut ditentukan kebenarannya melalui referensi pada pengalaman.

 

Penyataan a Priori Sintetik

 Kant menilai kajian mengenai filsafat akan sangan menarik jika berhadapan dengan masalah a priori sintetik. a priori sintetik merupakan sesuatu yang esensial, karena merupakan bagian dari keutuhan nalar kita. A priori sintetik merupakan kondisi niscaya yang diperlukan agar pengetahuan menjadi mungkin. Kant menempatkan pikiran dalam kerangka yang aktif dalam proses untuk mengetahui dan a priori sintentik merupakan cara pikiran untuk aktif dalam proses mengetahui.

  

Fenomena dan Noumena

Fenomena merujuk pada dunia yang tampak oleh kita dan memberikan perspektif personal. Kant menilai dunia nyata hanya adalah fenomena yang kita tangkap dan konseptualkan. Kemudian kita memperluas perspektif ke pandangan umum manusia-manusia lainnya, sehingga terbentuklan pandangan objektif.

 

Dunia noumena merupakan dunia pada dirinya sendiri yang berada di luar perspektif atau pandangan kita kita secara personal atau dnegan kata lain sesuatu dalam sesuatu itu sendiri dan tidak dilampaui oleh pengalaman kita serta tidak akan bisa diketahui oleh kita selamanya.

 

Buku I

Deduksi Transendental

Deduksi transendental adalah sebuah metode argumentasi yang digunakan oleh Kant dalam Critique of Pure Reason. Transenden menurut Kant adalah segala sesuatu yang berada di luar pengalaman manusia, sehingga melalui metode transendental ini, ia berkeinginan untuk menyelidiki bagaimana cara untuk bisa mengetahui hal tersebut.

 

Metode yang digunakan Kant berupa metode deduktif yang tidak melibatkan analisis psikologi empiris yang kerap dipakai dalam dunia moderen. Karena Kant dalam Critique of Pure Reason menyelidiki tentang ruang lingkup pemahaman manusia.

 

Ruang dan Waktu

Ruang dan waktu adalah forma yang digunakan mengamati, mengalami dan melihat  dunia. Ruang dan waktu tidak bersifat empiris dan konseptual. Kita dapat membayangkan suatu ruang dan waktu secara terpisah dari pengalaman. Oleh karena itu, ruang dan waktu berada di luar pengalaman. Kant berpendapat bahwa ruang dan wantu bukan sebauh konsep, sehingga keduanya tidak dapat dipelajari.

 

Dari pandangan kant di atas maka suatu konsep berkorespondensi dengan pengalaman menjadi suatu peradaban tertentu akan mengkonseptualisasi dunia berbeda dengan yang lainnya. Namun, ruang dan waktu merupakan sesuatu yang niscaya dalam setiap peradaban. Kemudian, ruang dan waktu merupakan bagian dari konsep tentang ruang dan waktu. Hal ini tidak berlaku bagi konsep, contohnya konsep tentang bintang tidak mengandung contoh tertentu dari bintang itu sendiri.

 

BAB I Jejak Transendental Hingga Penemuan Semua Konsepsi Murni Tentang Pemahaman

Sesuatu baik berupa konsep atau pengetahuan disebut sebagai pengetahuan murni jika pengetahuan atau konsep tersebut diabstraksi dari pengalaman namun tidak terjadi secara langsung pada kenyataannya. Pada bagian inilah hadir pengetahuan transendental.

 

Sebalumnya Kant menyatakan bahwa seluruh pengetahuan itu berawal dari pengalaman, tetapi hal ini tidak diartikan bahwa semua pengetahuan yang ada berasal secara langsung dari pengalaman, misalnya adalah pengetahuan trasendental. Pengetahuan transendental bukanlah sesuatu yang dialami itu sendiri. Namun, pengetahuan transendental tidak dapat dibuktikan kebenarannya tanpa pengalaman.

 

Tentang Pemahaman

Pada bagian ini, Kant menyatakan pemahaman sebagai kemampuan intelektual yang berlangsung secara spontan, aktif dan kreatif dalam membentuk konsep yang bersifat memediasi. Pemahaman berbanding terbalik dengan sensibilitas yang bersifat sensual, pasif dan reseptif. Meskipun demikian, intuisi melalui sensibilitasnya memberikan kita kesan langsung tentang dunia eksternal.

 

Kant merumuskan tahapan pengetahuan mejadi 3 tahap, yaitu: 1) tahap sinopsis (Synopsis), dimana pada taha ini terjadi peleburan pengalaman dengan berbagai macam intuisi secara bersamaan; 2) tahap majinasi (Imagination) yatiu penyatuan, pengukuhkan dan pembandingan berbagai impresi yang didapatkan dari pengalaman; 3) tahap pengenalan (Recognition) atau proses representasi objek pengalaman melalui konsep.

 

Buku II

Doktrin Transadental dalam Kemampuan Penilaian atau Analisis terhadap Prinsip

BAB I Tentang Skematisme Konsepsi Murni dalam Pemahaman

Berbicara mengenai subsumsi objek dalam sebuah konsepsi, dimana representasi objek tersebut harus homogen dengan konsepsi tersebut.  Konsepsi tersebut harus berisi hal-hal yang diwakili dalam objek yang akan di masukkan ke dalamnya. Dalam semua ilmu, konsepsi dari objek tersebut secara umum dianggap tidak berbeda dan heterogen dengan hal-hal yang mewakili objek tersebut. Konsepsi pemahaman mengandung kesatuan berbagai kesatuan sintetis murni pada umumnya. Waktu, sebagai kondisi formal dari indera internal, sebagai akibat dari gabungan semua representasi, mengandung berbagai apriori dalam intuisi murni. Tidak ada gambar yang bisa memadai bagi konsepsi kita tentang sebuah segiitiga pada umumnya. Untuk melakukan generalisasi pada konsep tersebut tidak pernah bisa dilakukan, karena dalam hal ini mencakup semua segitiga, apakah itu siku-siku, atau yang lainnya.

 

Skema substansi adalah keabadian yang nyata dalam waktu, yaitu representasi sebagai substratum dari penentuan empiris waktu, hal tersebut  merupakan sebuah substratum yang karenanya dalam keadaan tetap, sementara yang lain berubah. Skema tentang realitas adalah ekstensi dalam waktu yang ditentukan. Skema tentang kebitihan adalah ekstensi objek di sepanjang waktu. Kemudian, skema dari konsepsi murni dalam pemahaman adalah satu-satunya kondisi yang benar dimana pemahaman kita menerima penerapannya bagi objek-objeknya, sehingga memiliki signifikansi.

 

BAB II  Sistem Prinsip  Dari Pemahaman Murni

Bagian 1: Tentang Semua Prinsip Utama Semua Peilaian Analitis  membahas penggunaan sebuah prinsip yaitu bukan untuk menghilangkan kepalsuan dan kesalahan, tetapi juga bagi kognisi tentang kebenaran. Karena jika penilaian bersifat analitis, bak poistif maupun negatif, kebenaran harus selalu dikenali melaui prinisp kontradiksi.

 

Bagian 2 : Penilaian Utama Penilaian Sintesis membahas prinsip utamanya dari seluruh penilaian sintesis adalah bahwa setiap benda tunduk pada kondisi yang diperlukan dari kesatuan sntesis dari berbagai jenis intuisi dalam kemungkinan pengalaman.

 

Bagian 3 Presentasi Sistematis dalam semua prinisp sintetis dalam pemahaman murni membahas bahwa semua prinsip pemahaman murni merupaka aksoma dari intuisi. Prinisp prinsip pemahaman murni, dalam aplikasi mereka terhadap indera internal.

 

Aksioma Intuisi ( Semua Intuisi Adalah Kuantitas Yang Banyak)

Semua kombinasi adalah komposisi atau koneksi. Pertama adalah sintesis yang memiliki beberapa jenis yang merupakan bagian-bagian yang tidak saling memiliki. Sebagai contoh, dua segitiga di mana sebuah persegi dibagi oleh sebuah diagonal, tidak perlu saling memiliki, dan bentuk semacam ini merupakan sintesis dari benda yang homogen dalam segala sesuatu yang dapat dipikirkan secara sistematis.

 

Antisipasi Terhadap Persepsi

Dalam semua fenomena yang nyata, yang merupakan objek penginderaan, ia memiliki kuantitas intensif yang memiliki sebuah derajat. Buktinya bahwa persepsi adalah kesadaran empiris, yaitu kesadaran yang berisi unsur penginderaan. Fenomena sebagai objek persepsi tidaklah murni, yaitu hanya merupakan intuisi formal seperti ruang dan waktu, karena mereka tidak dapat dirasakan dalam diri mereka sendiri. Kemudian mereka berada di atas intuisi, bahan bagi sebuah objek ( yang melaluinya merepresentasikan sesuatu yang ada dalam ruuang dan waktu), yaitu mengandung penginderaan nyata, sebagai representasi subjektif, yang hanya memeberi kita kesadara bahwa subjek dipengaruhi olehnya, yang kita sebut sebagai objek eksternal.

 

Analogi Tentang Pengalaman

Pengalaman hanya terjadi melalui representasi hubungan yang diperlukan dalam persepsi. Pengalaman adalah  kognisi empiris, yaitu sebuah kognisi yang menentukan objek melalui persepsi.

 

Analogi pertama (Prinsip keabadia substansi). Semua fenomena ada dalam waktu, yang merupakan substratum, yaitu sebagai bentuk permanen dari intuisi internal yag berdampingan dan berurutan yang dapat direpresentasisakan. Analogi kedua ( Prinsip suksesi waktu menurut hukum kausalitas). Prinsip ini mungkin telah dinyatakan bahwa semua berubahan (suksesi) dari fenomena ini hanya berubah, karena perubahan substansi bukan merupakan asal-usul atau kepunahan, karena konsepsi perubahan mengandaikan subjek yang sama seperti sesuatu yang ada dengan dua penentuan yang berlawanan, akibatnya  bersifat permanen. Analogi ketiga itu tentang prinsip koeksistensi sesuai dengan hukum timbal balik atau komunitas. Semua substansi, sejauh mereka dapat dirasakan dalam ruang pada saat yang sama, ada dalam sebuah keadaan yang sepenuhnya merupakan aksi timbal balik. Buktinya bahwa benda-benda ada secara berdampingan, ketika dalam intuisi empiris persepsi yang satu megikutinya berdasarkan persepsi yang lain, dan sebaliknya, yang tidak bisa terjadi dalam suksesi fenomena, seperti yang kita tunjukkan dalam penjelasan mengenai prinsip kedua.

 

Postulat Pemikiran Empiris

1.    Hal-hal yang sesuai dengan kondisi formal (intuisi dan konsepsi) dalam pengalaman adalah hal yang mungkin.

2.    Apa yang merupakan koherensi dengan kondisi-kondisi material dalam pengalaman (penginderaan) adalah nyata

3.    Sesuatu yang merupakan koherensi dengan realitas ditentukan berdasarkan kondisi universal dari pengalaman sangat diperlukan.

 

Singgahan Terhadap Idealisme

Idealisme material adalah teori yang menyatakan bahwa eksistensi objek-objek dalam ruang tanpa kehadiran kita adalah meragukan dan tidak dapat ditunjukkan dan palsu atau mustahil.

 

Dalil : Kesadaran yang sederhana namun secara empiris merupakan kepastian tentang eksistensi saya sendiri membuktikan eksistensi objek-objek eksternal dalam ruang. Buktinya bahwa kesadaran akan eksistensi diri sendiri yang ditentukan dalam waktu. Semua penentuan tentang waktu mengandaikan adanya sesuatu yang permanen dalam persepsi.

 

Pernyataan Umum tentang Sistem Prinsip-Prinsip

Segala sesuatu yang ada adalah ketergantungan yang pasti memiliki penyebab. Sesuatu bisa ada hanya sebagai sebuah akibat, mempunyai sebuah penyebab.

 

BAB III Landasan Pembagian Semua Objek ke dalam Fenomena dan Noumena

Prinsip-prinsip pemahaman murni apakah, apakah itu bersifat apriori konstitutif (sebagai prinsip-prinsip matematika), atau hanya sebagai analisis regulative (sebagai dinamika), yang berisi skema murni, seolah-olah merupakan pengalaman yang mungkin. Karena pengalaman memiliki kesatuannya dari kesatuan sintetis dimana pemahaman yang awalnya berasal dari dirinya sendiri, menamakan sintesis kepada imajinasi dalam kaitannya dengan apersepsi, dan dalam hubungan apriori dan kesesuaian dengan fenomena, sebagai data bagi kognisi yang mungkin, harus berdiri di atasnya.

 

Kesimpulannya, bahwa tak ada satupun dari konsep-konsep ini yang menjadi milik sebuah objek yang sesuai, dan akibatnya kemungkinan mereka yang nyata  tidak dapat dibuktikan. Maka tidak dapat dibantah lagi bahwa konsepsi murni dalam pemahaman tidak mampu melakukan hal-hal yang bersifat transendental, sehingga harus selalu digunakan metode empiris sehingga prinsip-prinsip pemahaman murni hanya berhubungan dengan sebuah pengalaman yang mungkin, yakni objek indera, dan bukan merupakan benda pada umumnya.

 

Buku I

Tentang Konsepsi Akal Budi Murni

Konsepsi tentang akal budi murni kira disini tidak berbicara tentang kemungkinan tersebut. Melalui konsepsi, kita menerima bahan bagi penggunaan akal budi. Tujuan dari konsepsi rasional adalah pemahaman, karena konsepsi pemahaman juga merupakan pemahamasn terhadap persepsi.

 

 

Buku II

Prosedur Dialektis Akal Budi Murni

Dapat dikatakan bahwa objek dari ide transendental adalah sesuatu yang kita tidak memiliki konsepsi mengenainya, meskipun ide itu merupakan produk yang sangat  diperlukan oleh akal budi menurut hukum asalnya.

 

Bab I Tentang Paralogisme Akal Budi Murni

Paralogisme logis berisi kepalsuan sebuah argumen dalam kaitannya dengan bentuk, apa pun isinya. Adapun solusi dari paralogisme ialah ilusi diatektis dalam psikologi rasional muncul dari gagasan kita yang membingungkan tentang akal budi. Tetapi jika kita memikirkan bahwa kedua jenis objek itu tidak berbeda secara internal, tetapi hanya jauh yang muncul secara eksternal, akibatnya sesuatu yang terletak di dasar fenomena, sebagai sebuah benda dalam dirinya sendiri

 

Bab II Antinomi Bagi Akal Budi Murni

Dengan cara ini, tema dari jenis ketiga akan dibahas dalam bab berijut tentang kesatuan tak dikondisikan dari kondisi objektif tentang kemungkinan objek secara umum. Tentu saja akal budi menetapkan dengan sangat masuk akal mengenai prinsip prinsip kesatuan yang tidak dikondisikan.

 

Antitesis Terhadap Akal Budi Murni

Thesis = istilah yang diterapkan untuk setiap kumpulan proposisi dogmatis.

 

Contoh konflik pertama tentang ide transendental

Thesis = “Dunia memilki awal dalam kaitannya dengan waktu, dan juga terbatas dalam kaitannya dengan ruang”

 

Bukti = sesungguhnya dunia tidak memiliki awal dalam waktu gingga setiap saat dalam waktu tertentu, dan ia meninggalkan serangkaian yang terbatas dari kondisi berurutan.

 

Antitesis = “Dunia tidak memiliki awal & tidak ada batas dalam ruang, tetapi

dalam kaitannya dengan waktu dan ruang bersifat tak terbatas”

 

Bukti = karna ia memiliki awal, sebuah awal merupakan eksistensi yang didahului oleh waktu, dimana benda tersebut tidak ada

 

Idealisme Trandential Sebagai Kunci Bagi Solusi Dialektika Kosmologi Murni

Dalam estetika transdental, kita membuktikan bahwa sesuatu yang memiliki instuisi dalam ruang & waktu. Semua objek dari pengalaman yang mungkin hanyalah fenomena, dengan demikian fenomena bukanlah benda yang ada dalam diri mereka sendiri, tetapi hanyalah representasi belaka. Penyebab non- inderawi dalam fenomena ini benar benar tidak kita ketahui dan karenanya tidak dapat diintuisikan sebagai sebuah objek.

 

Tetapi fenomena tersebut ketika dihubungkan dengan hal semestisnya bukanlah merupakan benda tertentu dalam diri nya sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan “Benda-benda yang benar ada dimasa lalu telah ditentukan dalam objek transendental dalam pengalaman”.

 

Rangkaian waktu dimasa lalu ini direpresentasikan sebagai keadaan yang nyata, bukan dalam dirinya sendiri, tetapi hanya berhubungan dengan pengalaman yang mungkin.

 

Prinsip Regulatif Akal Budi Murni Dalam Kaitannta Dengan Gagasan Kosmologis

Prinsip totaliras kosmologis tidak bisa memberi kita pengetahuan tertentu dalam kaitannya dengan sifat maksimal dalam serangkaian kondisi dalam dunia indera. Prinsip budi akal hanyalah aturan yang merekomendasikan regresi dalam serangkaian kondisi dalam fenomena itu.

 

Hal itu merupakan prinsip konstitutif bagi akal budi yang memberikan otorisasi kepada kita untuk memperluas konsepsi kita tentang dunia inderawi melampaui semua pengalaman yang bersifat mungkin.

  

Penggunaan Empiris Prinsip Regulatif Terhadap Akal Budi Dalam Kaitannya Dengan Ide-Ide Kosmologis

Telah terbukti bahwa tidak ada penggunaan transendental yang daoat dilakukan dari konsepsi akal budi. Oleh karena itu kita tidak diharuskan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan kauntitas mutlak tentang sebuah rangkaian. Kita hanya diminta untuk menentukan seberapa jauh kita harus melanjutkan dalam regresi empuris dari kondisi yang satu ke kondisi lain.

 

Penggunaan Empiris Prinsip Regulative Terhadap Akal Budi dalam Kaitannya dengan Ide-Ide Kosmologis

Imanuel kant telah menunjukan bahwa tidak ada penggunaan transendentas yang dapat dilakukan dari konsepsi akal budi atau pemahaman. Kant menggambarkan pemahaman sebagai kemampuan intelektual yang spontan, aktif dan kreatif dalam membentuk konsep. Pemahaman selalu bersifat memediasi. Pemahaman berbanding terbalik dengan sensibilitas yang bersifat sensual, pasif dan reseptif. Meskipun demikian, intuisi melalui sensibilitasnya memberikan kita kesan langsung tentang dunia eksternal. Kant juga telah menunjukan bahwa permintan terdahap totalitas mutlak dalam serangkaian kondisi dalam dunia indera muncul dari pelaksana tesendental terhadap akal budi. Oleh karena itu kita tidak diharuskan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan kuantitas muntlat tentang sebuag rangkaian, baik ia terbatas atau tidak terbatas.

 

Solusi Atas Ide Kosmologis dalam Totalitas Komposisi Fenomena di Alam Semesta

Dalam problema kosmologi dasar bagi prisipsi regulatifnya akal budi adalah proposisi bahaw dalam regresi empiris kita tidak ada pengalaman dari suatu kondisi yang benar-benar tidak terkondisi yang dapat ditemukan dan kebenarannya mengenai proposisi ini sendiri berdasarkan pada pertimbangan bahwa pengalaman seperti itu harus mempresentasikan kepada kita sebagai sebuah fenomena yang tidak dibatasi oleh apa pun atau kekosongan belaka.

1.    Solusi ide komologis dari totalitas devisi dari sebuah keseluruhan yang diberikan dalam intuisi . Ketika Immanuel kant membagi keseluruhan yang diberikan dalam intusi, melanjukatkan dari yang dikondisikan kepada kondisinya. Pembagian terhadap bagian-bagian dari keseluruhan adalah sebuah regresi dalam rangkaian kondisi. Totalitas mutlak rangakain ini akan benar-benar dicapai dan diberikan kepada pikiran jika regresi tersebut bias sampai di bagian-bagain yang sederhana.

2.    Solusi Ide Kosmologis dari Totalitas Pengurangan Peristiwa Kosmis dari Penyebabnya. Hanya ada dua mode kausalitas yang dapat diterima-kausalitas alam atau kebebasan. Yang pertama adalah konjungsi dari suatu negara tertentu dengan negara lain yang mendahuluinya dalam dunia indra, yang pertama mengikuti yang terakhir berdasarkan suatu hukum. Sekarang, karena kausalitas fenomena tunduk pada kondisi waktu, dan keadaan sebelumnya, jika ia selalu ada, tidak dapat menghasilkan efek yang akan muncul pertama kali pada waktu tertentu, kausalitas penyebab itu sendiri haruslah. suatu akibat itu sendiri harus sudah mulai menjadi, dan oleh karena itu, menurut prinsip pemahaman, dirinya sendiri membutuhkan sebab.

 

Kebebasan dalam pengertian ini adalah ide transendental murni, yang, pertama-tama, tidak mengandung elemen empiris; objek yang, kedua, tidak dapat diberikan atau ditentukan dalam pengalaman apa pun, karena itu adalah hukum universal dari kemungkinan pengalaman, segala sesuatu yang terjadi pasti memiliki penyebab, yang akibatnya kausalitas suatu penyebab, makhluk sendiri sesuatu yang telah terjadi, pasti juga ada penyebabnya. Dalam pandangan kasus ini, seluruh bidang pengalaman, sejauh mana pun itu meluas, tidak mengandung apa pun yang tidak tunduk pada hukum alam. Tetapi, karena kita tidak dapat dengan cara ini mencapai totalitas absolut dari kondisi yang mengacu pada rangkaian sebab dan akibat, akal menciptakan gagasan tentang spontanitas, yang dapat mulai bertindak sendiri, dan tanpa sebab eksternal yang menentukannya menjadi tindakan. , menurut hukum alam kausalitas.

 

Akal budi murni secara konsekuen merupakan kondisi permanen dari semua tindakan kehendak manusia. Masing-masing ditentukan dalam karakter empiris manusia, bahkan sebelum itu terjadi

3.    Solusi bagi ide kosmologis mengenai totalitas ketergantungan eksistensi fenomenal. Immuel kant menganggap perubahan dalam dunia indra sebagai rangkaian dinamis, di mana setiap anggota tunduk pada yang lain sebagai penyebabnya. Tujuan kita saat ini adalah memanfaatkan rangkaian keadaan atau kondisi ini sebagai panduan menuju keberadaan yang mungkin merupakan kondisi tertinggi dari semua fenomena yang dapat berubah, yaitu, makhluk yang diperlukan. Usaha kita untuk mencapai, bukan kausalitas yang tidak terkondisi, tetapi keberadaan yang tidak terkondisi, dari substansi. Oleh karena itu, rangkaian di depan kita adalah rangkaian konsepsi, dan bukan intuisi

 

Penggunaan akal budi murni empiris tidak dipengaruhi oleh asumsi tentang keberadaan yang murni dapat dipahami; ia melanjutkan operasinya berdasarkan prinsip kemungkinan semua fenomena, melanjutkan dari kondisi empiris ke kondisi yang lebih tinggi dan lebih tinggi, itu sendiri secara empiris. Prinsip pengaturan ini hanya sedikit mengecualikan asumsi penyebab yang dapat dipahami, ketika pertanyaan tersebut hanya berkaitan dengan penggunaan akal budi murni dalam kaitannya dengan tujuan atau tujuan. Karena, dalam hal ini, penyebab yang dapat dipahami hanya menandakan yang transendental dan bagi kita tidak diketahui landasan kemungkinan fenomena sensual, dan keberadaannya, perlu dan terlepas dari semua kondisi inderawi, tidak konsisten dengan kemungkinan fenomena, atau dengan yang tidak terbatas. kemungkinan kemunduran yang ada dalam rangkaian kondisi empiris

 

Bab III Cita Cita Akal Budi Murni

Bagian 1 Cita – Cita Secara Umum

Immanuel kant melihat bahwa konsepsi murni tidak menghadirkan objek ke dalam pikiran, kecuali dalam kondisi inderawi; karena kondisi realitas objektif tidak ada dalam konsep ini, yang pada kenyataannya tidak mengandung sesuatu kecuali sekadar bentuk pikiran. Namum mungkin bila diterapkan pada fenomena yang disajikan in consretor, karena ia adalah fenomena yang menghadirkan kepada mereka bahan untuk pembentukan konsepsi empiris, yang tidak lebih dari bentuk – bentuk konkret dari konsepsi pemahaman. Tapi ide tersebut masih jauh dari kenyataan objektif dari pada kategori; karena tidak ada fenomena yang pernah hadir kedalam pikiran manusia dalam konsestor .  Ide tersebut berisi kesempurnaan tertentu yang tidak dapat dicapai tanpa kognisi empiris; dan ide tersebut memberikan kepada akal budi kesatuan yang sistematis, dimana kesatuan pengalaman mencoba untuk mendekatinya, tetapi tidak pernah benar benar dapat dicapai

 

Tetapi yang masih lebih jauh dari gagasan dan realitas obyektif adalah Ideal, dengan istilah itu saya memahami gagasan, bukan secara konkret, tetapi dalam individu sebagai hal yang individual, dapat ditentukan atau ditentukan oleh gagasan itu sendiri. Gagasan kemanusiaan dalam kesempurnaannya yang lengkap mengandaikan tidak hanya kemajuan semua kekuatan dan kemampuan, yang merupakan konsepsi kita tentang sifat manusia, untuk pencapaian tujuan akhir mereka sepenuhnya, tetapi juga segala sesuatu yang diperlukan untuk penentuan lengkap gagasan tersebut. ; karena dari semua predikat yang kontradiktif, hanya satu yang dapat menyesuaikan diri dengan gagasan tentang manusia sempurna. Apa yang saya sebut ideal adalah dalam filosofi Platon sebuah gagasan tentang pikiran sebuah objek individu yang hadir pada intuisi murni, yang paling sempurna dari setiap jenis makhluk yang mungkin, dan pola dasar dari semua eksistensi fenomenal.

 

Bagian 2 Tentang Cita-Cita Transendental (Prototypon Trancendentale)

Setiap konsepsi, dalam hubungannya dengan apa yang tidak terkandung di dalamnya, tidak dapat ditentukan dan tunduk pada prinsip determinabilitas. Prinsip ini adalah bahwa, dari setiap dua predikat yang bertentangan secara kontradiktif, hanya satu yang dapat termasuk dalam suatu konsepsi. Ini adalah prinsip yang murni logis, yang didasarkan pada prinsip kontradiksi; sejauh ia membuat abstraksi lengkap dari konten dan hanya memperhatikan bentuk logis dari kognisi. Tetapi sekali lagi, segala sesuatu, sehubungan dengan kemungkinannya, juga tunduk pada prinsip ketetapan hati yang lengkap, yang menurutnya salah satu dari semua kemungkinan predikat kontradiktif yang mungkin harus menjadi miliknya. Prinsip ini tidak hanya didasarkan pada kontradiksi; karena, selain hubungan antara dua predikat yang kontradiktif, ia menganggap segala sesuatu berdiri dalam kaitannya dengan jumlah kemungkinan, sebagai jumlah total semua predikat hal, dan, sementara mengandaikan jumlah ini sebagai kondisi apriori, menyajikan kepada pikiran semuanya menerima kemungkinan keberadaan individualnya dari hubungan yang dimilikinya, dan bagian yang dimilikinya, jumlah kemungkinan yang disebutkan di atas.

 

Prinsip determinasi lengkap menghubungkan konten dan bukan dengan bentuk logis. Ini adalah prinsip sintesis dari semua predikat yang diperlukan untuk membentuk konsepsi lengkap dari suatu hal, dan bukan prinsip representasi analitis belaka, yang menyatakan bahwa salah satu dari dua predikat yang kontradiktif harus dimiliki oleh sebuah konsepsi. Lebih dari itu, ia mengandung praduga transendental yaitu, materi untuk semua kemungkinan, yang harus memuat secara apriori data untuk kemungkinan ini atau itu.

 

Bagian 3 Tentang Argumen yang Digunakan oleh Akal Budi Spekulatif Mengenai Bukti Eksistensi yang Maha Tinggi

Argumen ini, meskipun sebenarnya transendental, karena bertumpu pada ketidakcukupan intrinsik kontingen, begitu sederhana dan alami, sehingga pemahaman yang paling umum dapat menghargai nilainya. Kita melihat hal-hal di sekitar kita berubah, muncul, dan lenyap; mereka, atau kondisinya, karena itu pasti ada penyebabnya. Permintaan yang sama sekali lagi harus dibuat dari penyebab itu sendiri — sebagai datum pengalaman. Sekarang wajar jika kita harus menempatkan kausalitas tertinggi tepat di tempat kita menempatkan kausalitas tertinggi, di dalam makhluk itu, yang berisi kondisi dari semua efek yang mungkin, dan konsepsinya sesederhana seperti realitas yang merangkul semua. Karena itu, penyebab tertinggi ini, kami anggap sebagai mutlak perlu, karena kami merasa mutlak perlu untuk bangkit ke sana, dan tidak menemukan alasan apa pun untuk melangkah lebih jauh darinya. Dengan demikian, di antara semua bangsa, melalui politeisme tergelap bersinar beberapa percikan samar monoteisme, yang kepadanya para penyembah berhala ini telah dipimpin, bukan dari refleksi dan pemikiran yang mendalam, tetapi oleh studi dan kemajuan alami dari pemahaman bersama.

 

Bagian 4 Kemuntahilan Bukti Ontologis Tentang Eksistesi Tuhan

Para filsuf selalu berbicara tentang makhluk yang mutlak diperlukan, dan bagaimanapun menolak untuk bersusah payah memahami apakah dan bagaimana makhluk dengan sifat ini bahkan dapat dipercaya, belum lagi keberadaannya sebenarnya dapat dibuktikan. Definisi verbal dari konsepsi tentu cukup mudah: ini adalah sesuatu yang tidak mungkin ada. Tetapi apakah definisi ini menjelaskan kondisi-kondisi yang membuat tidak mungkin untuk merenungkan tidak adanya sesuatu kondisi yang ingin kita pastikan, sehingga kita dapat menemukan apakah kita memikirkan sesuatu dalam konsepsi makhluk seperti itu atau tidak? Karena fakta belaka yang saya buang, melalui kata tanpa syarat, semua kondisi yang biasanya dibutuhkan pemahaman untuk menganggap apa pun sebagai perlu, sangat jauh dari menjelaskan apakah melalui konsepsi kebutuhan tanpa syarat menurut saya dari sesuatu, atau benar-benar tidak sama sekali. Bahkan, konsepsi-kebetulan ini, sekarang menjadi begitu mutakhir, banyak yang berusaha menjelaskan dengan contoh-contoh yang tampaknya membuat pertanyaan apa pun mengenai kejelasannya menjadi tidak perlu. Setiap proposisi geometris sebuah segitiga memiliki tiga sudut yang dikatakan, mutlak diperlukan; dan dengan demikian orang berbicara tentang suatu objek yang terletak di luar lingkup pemahaman kita seolah-olah sangat jelas apa arti konsepsi makhluk seperti itu.

 

Bagian 5 Kemustahilan Bukti Kosmologis Mengenai Eksistensi Tuhan

Buktinya sebagai berikut: Makhluk niscaya dapat ditentukan hanya dengan satu cara, yaitu, ia dapat ditentukan hanya oleh satu dari semua kemungkinan predikat yang berlawanan; akibatnya, itu harus sepenuhnya ditentukan dalam dan oleh konsepsinya. Tetapi hanya ada satu konsepsi tentang sesuatu yang mungkin, yang sepenuhnya menentukan hal yang apriori: yaitu, konsepsi ens realissimum. Oleh karena itu, konsepsi ens realissimum adalah satu-satunya konsepsi yang dengannya kita dapat membayangkan makhluk yang diperlukan. Akibatnya, Makhluk Tertinggi pasti ada. Dalam argumen kosmologis ini terkumpul begitu banyak proposisi canggih sehingga nalar spekulatif tampaknya telah mengerahkan di dalamnya semua keterampilan dialektiknya untuk menghasilkan ilusi transendental dari karakter yang paling ekstrem. Kami akan menunda penyelidikan argumen ini untuk saat ini, dan membatasi diri kita untuk mengekspos siasat yang dengannya ia memaksakan kepada kita argumen lama dengan pakaian baru, dan menarik persetujuan dua saksi, yang satu dengan kredensial nalar murni, dan yang lain dengan empirisme; Padahal, sebenarnya hanya mantan yang mengganti pakaian dan suaranya, dengan tujuan menyamar sebagai saksi tambahan. Bahwa ia mungkin memiliki fondasi yang aman, ia mendasarkan kesimpulannya pada pengalaman, dan dengan demikian tampaknya sepenuhnya berbeda dari argumen ontologis, yang menempatkan kepercayaannya sepenuhnya pada konsepsi apriori murni. Tetapi pengalaman ini hanya membantu alasan dalam membuat satu langkah menuju keberadaan makhluk yang diperlukan

 

Bagian 6 Tentang Kemustahilan Bukti Psiko-Teologis

Momenta utama dalam argumen fisiko-teologis adalah sebagai berikut: 1. Kita mengamati di dunia tanda-tanda yang nyata dari suatu tatanan yang penuh tujuan, dilaksanakan dengan hikmat yang besar, dan argumen dalam keseluruhan isi yang sangat beragam, dan sampai batas tertentu tanpa batas. . 2. Pengaturan sarana dan tujuan ini sama sekali asing dengan hal-hal yang ada di dunia itu milik mereka hanya sebagai atribut yang bergantung; Dengan kata lain, sifat dari hal-hal yang berbeda tidak dapat dengan sendirinya, cara apa pun yang digunakan, secara harmonis cenderung menuju tujuan tertentu, jika mereka tidak dipilih dan diarahkan untuk tujuan ini oleh prinsip rasional dan disposing, sesuai dengan ide-ide fundamental tertentu. 3. Oleh karena itu, terdapat penyebab yang luhur dan bijaksana (atau beberapa), yang bukan hanya alam yang buta dan berkuasa, menghasilkan makhluk dan peristiwa yang memenuhi dunia dalam kesuburan yang tidak disadari, tetapi penyebab dunia yang bebas dan cerdas. 4. Kesatuan penyebab ini dapat disimpulkan dari kesatuan hubungan timbal balik yang ada antara bagian-bagian dunia, sebagai bagian dari bangunan artistik  sebuah kesimpulan yang disukai oleh semua pengamatan kami, dan semua prinsip analogi mendukung

 

Dalam argumen di atas, disimpulkan dari analogi produk-produk alam tertentu dengan produk-produk seni manusia, ketika ia memaksa Alam untuk membengkokkan dirinya pada tujuannya, seperti dalam kasus rumah, kapal, atau arloji, bahwa jenis kausalitas yang sama — yaitu, pemahaman dan kemauan berada di alam. Juga dinyatakan bahwa kemungkinan internal dari sifat yang bertindak bebas ini (yang merupakan sumber dari semua seni, dan mungkin juga dari nalar manusia) diturunkan dari seni lain dan manusia super sebuah kesimpulan yang mungkin ditemukan tidak mampu bertahan dalam ujian kritik transendental halus. Tetapi tidak satu pun dari pendapat-pendapat ini yang akan kami ajukan saat ini. Kami hanya akan berkomentar bahwa harus diakui bahwa, jika kita ingin membahas subjek sebab, kita tidak dapat melanjutkan lebih aman daripada dengan panduan analogi yang ada antara alam dan produk desain semacam itu  adalah satu-satunya produk yang sebab dan cara organisasi benar-benar kita ketahui.

 

Bagian 7 Kritik atas Semua Teologi yang Berdasarkan pada Prinsip Akal Budi Spekulatif

Teologi transendental bertujuan menyimpulkan keberadaan Yang Mahatinggi dari pengalaman umum, tanpa referensi lebih dekat ke dunia tempat pengalaman ini berasal, dan dalam hal ini disebut kosmotheologi; atau ia berusaha untuk mengetahui keberadaan makhluk seperti itu, melalui konsepsi belaka, tanpa bantuan pengalaman, dan kemudian disebut ontotheology. Teologi natural menyimpulkan atribut dan keberadaan seorang penulis dunia, dari konstitusi, tatanan dan kesatuan yang dapat diamati di, dunia, di mana dua mode kausalitas harus diakui keberadaannya yaitu alam dan kebebasan. Dengan demikian ia bangkit dari dunia ini menuju kecerdasan tertinggi, baik sebagai prinsip dari semua alam, atau dari semua tatanan moral dan kesempurnaan. Dalam kasus pertama ini disebut fisiko-teologi, dalam kasus kedua, etika atau teologi moral.

 

Oleh karena itu, teologi transendental masih memiliki arti negatif, meskipun tidak cukup obyektif; ini berguna sebagai tes prosedur akal ketika terlibat dengan ide-ide murni, tidak lain dari standar transendental yang dalam hal ini dapat diterima. Karena jika, dari sudut pandang praktis, hipotesis tentang Yang Mahatinggi dan Yang Maha Cukup adalah untuk mempertahankan validitasnya tanpa perlawanan, maka yang paling penting adalah mendefinisikan konsepsi ini dengan cara yang benar dan ketat  sebagai konsepsi transendental. dari makhluk yang diperlukan, untuk menghilangkan semua elemen fenomenal dan pada saat yang sama meluap semua pernyataan yang kontradiktif  baik itu ateistik, deistik, atau antropomorfik. Ini tentu saja sangat mudah; sebagai argumen yang sama yang menunjukkan ketidakmampuan akal manusia untuk menegaskan keberadaan Yang Mahatinggi harus sama cukup untuk membuktikan ketidakabsahan penyangkalannya. Karena tidak mungkin memperoleh dari spekulasi murni tentang alasan yang menunjukkan bahwa tidak ada Yang Mahatinggi, sebagai dasar dari semua yang ada, atau bahwa makhluk ini tidak memiliki satu pun dari sifat-sifat yang kita anggap analogis dengan kualitas dinamis dari makhluk yang berpikir. , atau bahwa, seperti yang para antropomorfis ingin kita percayai, ia tunduk pada semua batasan yang dibebankan sensibilitas pada kecerdasan-kecerdasan yang ada di dunia pengalaman.

 

Doktrin Metode Transendental

Doktrin metode transendental ini membahas mengenai penentuan kondisi-kondisi formal seperti disiplin, undang-undang, arsitektonis hingga akhirnya mengenai sejarah akal budi murni. Sudut pandang transendental diharapkan dapat mencapai apa yang diusahakan namun terhambat oleh logika praktis.

 

Bab I Disiplin Akal Budi Murni

Penilaian negatif itu penting untuk ada/dibentuk karena berfungsi untuk mencegah terjadinya kesalahan, menghasilkan kedisiplinan dan mengesampingkan doktrin positif. Matematika tidak memerlukan kritik, konsepsi akal budi murni ditampilkan dalam intuisi murni, karena ketika terdapat pengaruh empiris kita memerlukan batas-batas tertentu agar tidak terjebak dalam kesalahan.

 

Bagian 1 Disiplin Akal Budi Murni dalam Bidang Dogmatisme

Matematika adalah metode untuk sampai pada kepastian yang demonstratif, kemudian dogmatis adalah suatu kepastian filsafat. Kognisi filosofis adalah kognisi akal budi melalui konsepsi, kemudian kognisi matematika adalah kognisi melalui pembangunan konsepsi. Pembangunan konsepsi adalah a priori, intuisi. Materi dalam fenomena yang berupa benda-benda disajikan dalam persepsi aposteriori. Sehingga, kognisi apriori adalah kognisi matematika rasional dengan cara membangun konsepsi dan kognisi a posteriori merupakan kognisi empiris murni yang tidak memiliki sifat kebutuhnan dan universalitas. Kesimpulan : a) dalam filsafat kita tidak harus meniru penggunaan matematika yang dimulai dengan definisi, kecuali dengan cara hipotesis atau percobaan, b) definisi matematika tidak bisa salah

 

Tentang Aksioma

Aksioma adalah prinsip sintesis apriori. Filsafat adalah akal budi murni yang tidak memiliki prinsip rigid yang pantas disebut sebagai aksioma seperti dalam hal matematika. Aksioma selal membutuhkan deduksi dan selalu jelas.

 

Tentang Demonstrasi

Matematika mengandung demonstrasi yang diperoleh dari pembangunan konsepsi dan dimulai melalui intuisi secara a priori. Kognisi filosifis tidak demonstratif karena ia diperlukan untuk mempertimbangan yang umum selalu melalui konsepsi dan yang digunakan di dalamnya hanya kata-kata.

 

Bagian 2 Disiplin Akal Budi Murni Dalam Polemik

Akal budi murni dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, terutama dari berbagai pandangan para filsuf, seperti David Hume, Priestley dan filsuf-filsuf yang lain. Semua pernyataan yang dikemukakan oleh akal budi murni melampaui kondisi pengalaman yang mungkin, di luar bidang yang dapat kita temukan yang tidak memiliki kriteria kebenaran, pada saat yang sama dibingkai berdasarkan hukum pemahaman yang hanya berlaku dalam pengalaman. Kritik akal budi murni dianggap sebagai pengadilan tertinggi bagi semua sengketa spekulatif karena ia tidak terlibat dalam sengketa ini.

Skeptisism adalah jalan terpendek bagi perdamaian permanen dalam filsafat. Skeptisism digunakan untuk membangkitkan akal budi dari mimpi dogmatisnya dan mendorong penyelidikan lebih cermat dalam kekuatan dan pretensinya sendiri.

 

Skeptisisme Bukan Sebuah Keadaan tetap Bagi Akal Budi Manusia

Penentuan batas-batas akal budi dapat dilakukan dengan landasan apriori, sedangkan pembatasan empiris hanya bisa terjadi secara aposteriori. Hume termasuk salah satu filsuf skeptisism. Prosedur skeptisdalam filsafat tidak memberikan solusi atas masalah akal budi, tapi ia membentuk sebuah latihan yang sangat baik bagi kekuatannya, membangkitkan kehati-hatian, serta menunjukkan cara yang paling lengkap dalam menetapkan klaim atas kepemilikan yang sah.

 

Bagian 3 Disiplin Akal Budi Murni dalam Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pengandaian yang berkaitan dengan realitas objek, namun pengandaian in harus benar-benar beralasan dan memiliki hubungan. Hipotesis transendental, ide tentang akal budi digunakan untuk menjelaskan fenomena alam dan tidak akan memberikan kita wawasan yang lebih baik mengenai sebuah fenomena, karena kita harus menjelaskan sesuatu dimana kita tidak cukup memahaminya dari prinsip-prinsip empiris yang diketahui melalui sesuatu yang kita tidak memahaminya sama sekali. Oleh karena itu, hipotesis transendental tidak dapat diterima, karena hipotesis tersebut tidak mengajukan alasan dan karena lisensi ini tidak akan membuahkan hasil.

 

Bagian 4 Disiplin Akal Budi Murni dalam Kaitannya dengan Bukti

Modus penggunaan akal budi dapat digunakan dengan mudah ketika ingin membuktikan kebenaran sebuah hipotesis sehingga jika semua kesimpulan kita telah ditarik dan diperiksa sehingga sesuai dengan proposisi yang diasumsikan, maka semua kesimpulan lain yang mungkin juga akan sesuai dengannya. Tapi, dengan cara ini sebuah hipotesis tidak pernah dapat ditegakkan sebagai kebenaran yang dapat dibuktikan.

 

Bab II Norma Bagi Akal Budi Murni

Norma bagi pemahaman murni adalah analitis transendental, karena ia memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dengan benar kognisi sintetis apriori.

 

Bagian 1 Tentang Tujuan Akhir Penggunaan Akal Budi Murni

Spekulasi transendental dalam akal budi murni berkaitan dengan tiga hal, yaitu kebebasan kehendak, keabadian jiwa dan eksistensi Tuhan.

 

Bagian 2 itentang Cita-Cita Summum Bonum sebagai Landasan Penentuan bagi Tujuan Akhir Akal Budi Murni

Akal budi menjelaskan kepada kita dalam penggunaan spekulatifnya melalui bidang pengalaman, sehingga terserah kepada kita untuk mempertimbangkan apakah akal budi murni dapat digunakan dalam lingkup praktis dan apakah ia di sini membimbing kita kepada ide-ide untuk mencapai tujuan tertinggi akal budi murni. Seluruh kepentingan akal budi berpusat pada 3 pertanyaan berikut :

1.    Apa yang bisa saya ketahui? (bersifat spekulatif)

2.    Apa yang harus saya lakukan? (bersifat praktis)

3.    Apa yang dapat saya harapkan? (bersifat praktis teoritis)

 

Bagian 3 Tentang Opini, Pengetahuan Dan Keyakinan

Jika sebuah penilaian berlaku bagi setiap wujud rasional, maka landasannya secara objektif telah mencukupi, dan ia  disebut sebagai sebuah keyakinan. Jika di sisi lain ia memiliki landasan dalam karakter tertentu dari subjek tersebut, ia disebut sebuah persuasi. Opini adalah sebuah penilaian yang secara sadar tidak memadai, baik secara subjektif maupun objektif. Kepercayaan secara subjektif memadai, tapi secara objektif tidak memadai. Sedangkan pengetahuan, baik secara subjektif maupun objektif memadai.

 

Bab III Arsitektonis Akal Budi Murni

Arsitektonis adalah seni membangun sistem, doktrin ilmiah dalam kognisi. Sistem adalah kesatuan erbagai kognisi di bawah satu ide, ide adalah konsepsi yang diberikan oleh akal budi.

 

Bab IV Sejarah Akal Budi Murni

1.    Objek kognisi akal budi. Filsuf dibagi menjadi 2 yaitu penganut inderawi dan penganut intelektual. Tokoh : Epicurus, (pertama) dan Plato (terakhir). Pertma-tama menegaskan bahwa realitas berada dalam objek inderawi saja, kemudian yang kedua menegaskan bahwa indera adalah induk dari ilusi dan kebenaran dapat ditemukan dalam pemahaman saja.

2.    Asal-usul kognisi murni akal budi. Kognisi sepenuhnya berasal dari pengalaman dan kebalikannya bahwa kognisi berasal dari akal budi saja. Tokoh empiris : Aristoteles, Locke, kemudian tokoh noologis: Plato, Leibnitz.

3.    Metode. Metode adalah prosedur berdasarkan prinsip-prinsip. Metode dibagi menjadi dua yaitu naturalistik dan ilmiah. Tokoh : Wolf dan David Hume.