Perkuliahan
mata kuliah Filsafat Ilmu pertemuan ke-3 yang diampuh oleh Prof. Dr. Mardigit,
MA. dilakukan pada hari Selasa, 23 Februari 2021 pukul 12:40-14:00 WIB dan
berlangsung secara daring melalu Zoom. Inti materi yang disampaikan pada mata
kuliah kali ini adalah mengenai objek filsafat.
Filsafat
itu berdimensi dan berhirarki yang bersifat intensi dan ekstensi. Istilah ini
kemudian dikenal dengan dua metode dalam berfilsafat. Intensi artinya
memperdalam atau meninggikan sedangkan ekstensi artinya mempersempit atau
memperluas. Kedua metode tersebut harus berjalan beriringan. Disamping kita
meninggika pengetahuan kita, maka secara beriringan akan semakin pemperluas
pengetahuan kita. Diasamping kita memperdalam pemikiran kita maka secara
beriringan kita sedang mempersempit makna.
Bahasa
analogi merupakan ironisme antara dunia. Beberapa contoh bahasa analogi yaitu
dunia malam identik dengan istirahat, dunia siang identik dengan bekerja.
Berbicara mengenai dunian, kata dunia bisa disandingkan didepan semua kata,
misalnya dunia anak, dunia dewasa, dunia ekonomi, dunia batu dan lain-lain.
Contoh lain mengenai bahasa analogi yaitu laki-laki adalah pikiran dan
perempuan adalah perasaan. Analogi tersebut muncul berdasarkan
kecenderungannya. Satu lagi contohnya yaitu pikiran adalah dunia dan hati
adalah akhirat.
Terdapat
satu analogi yang sangat menarik yang disampaikan oleh Prof pada saat
perkuliahan, Prof. mengatakan bahwa didiunia ini tidak ada yang tidak analog,
contohya pikiran manusia adalah dunia. Jakarta, Tokyo dan semua yang tidak
pernah dirasa dan dirasa oleh indra tapi semua berada dalam pikiran. Jadi
pikiran itu adalah dunia.
Secara
ontologi, objek berfilsafat itu ada dua, yaitu sesuatu yang ada dan sesuatu
yang mungkin ada atau dapat dikatakan bahwa objek berfilsafat itu ada yang
berada di dalam dan di luar pikiran. Sesuatu yang ada dalam pikiran manusia
adalah segala sesuatu yang sudah diketahui sebalumnya, baik dengan cara
melihat, mendengar, membaca, meraba dan lain-lain. Sedangkan yang mungkin ada
adalah segala sesuatu yang belum diketahui.
Contoh
objek filsafat secara ontologi yaitu, nama cucu Prof yang paling kecil. Tidak
ada satu pun yang mengetahui nama cucu Prof tersebut. sehinggan dapat dikatakan
sebagai objek yang mungkin ada. Tetapi setelah nama cucu Prof terebut
disebutkan namanya, maka semua mahasiswa dapat mengetahui namanya sehingga menjadi
objek yang ada.
Objek filsafat secara epistemologi yaitu
formal dan material. Formal adalah isi atau jiwanya, sedangkan material adalah
wadah atau tokohnya. Prof. Dr. Marsigit, MA. memberikan contoh objek filsafat
secara material yaitu Prof. Marsigit itu sendiri dan objek formalnya adalah
keluarga Prof. Marsigit, karir Prof Marsigit, istri Prof. Marsigit dan
lain-lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa tiada isi tanpa wadah dan tiada wadah
tanpa isi.
Pada
perkuliahan ini, Prof. Marsigit juga menjelaskan mengenai teori valitism. Jika
seseorang menjawab pertanyaan yang belum ia pelajari dan belum ia ketahui
dengan jawaban yang salah adalah benar, karena belum diketahui. Selain itu,
tidak menjawab pertanyaan juga adalah benar dalam filsafat. Hal ini mengajarkan
kita untuk tidak semenah-menah terhadap orang yang menjawab salah atau tidak
menjawab sama sekali, inilah yang kemudian disebut dengan teori valitism.
Prof.
Marsigit juga menyinggung sedikit mengenai dampak pandemi Covid-19 dalam
pandangan filsafat. Prof. Marsigit mengatakan bahwa pademi ini telah mengubah
hal-hal yang awalnya sunnah yang menjadi wajib, kemudian kembali menjadi sunnah
oleh hadirnya pandemi ini. Contohnya, jika ada kerabat yang menikah, di tempat
yang jauh dari tempat tinggal kita, maka kita wajib menghadirinya, tidak boleh
tidak. Hadirnya pandemi ini dengan anjuran untuk menjaga jarak dan menjauhi
keramaian kembali menjadikan hal tersebut sebagai aktivitas yang tidak wajib
untuk dihadiri.
Kembali
kemasalah objek filsafat secara epistemologi dalam matematika adalah angka.
Misalnya tiga, angkanya adalah materialnya yang bisa berbeda-beda dalam
menuliskannya, bisa dalam bentuk angka 3, angka romawi III dan lain-lain.
Walaupun materialnya berbeda, secara formal, isi atau nilai dari tiga itu tetap
sama.
Prof.
Marsigit uga mengatakan bahwa tidaklah ada pemikiran filsafat tanpa mereview
pemikiran para filsuf pendahulunya. Membahas mengenai hal tersebut, Prof.
Marsigit menjelaskan mengenai filsafat kritis oleh Imanuel Kant. Imanuel Kant
mencari tahu murninya pemikiran manusia dan menemukan bahwa murninya peikiran
manusia disebut dengan sintetik a priori. Sintetik adalah hubungan antara
kenyataan dengan persepsi dan pengindraan manusia, yang berhubungan dengan
sebab akibat.