Senin, 08 Juli 2024

Pengalaman Saya Belajar Computational Thinking

 Arma Wangsa (A3S223152)

PPG Prajab - Matematika - Universitas Halu Oleo

Pengalaman Saya Belajar Computational Thinking

Pengalaman saya belajar Computational Thinking (CT) memberikan wawasan dan keterampilan yang berharga dalam cara berpikir dan memecahkan masalah secara sistematis dan logis.

Memahami Konsep Dasar:

  • Dekomposisi: Saya belajar cara memecah masalah besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan lebih mudah dikelola. Misalnya, dalam menyelesaikan masalah matematika yang kompleks, saya membaginya menjadi langkah-langkah kecil yang lebih sederhana untuk diselesaikan satu per satu.
  • Pengenalan Pola: Saya belajar mengidentifikasi pola dalam data dan informasi. Ini sangat berguna dalam pemrograman, di mana menemukan pola dapat membantu mengotomatiskan tugas atau menemukan solusi yang lebih efisien.
  • Abstraksi: Saya belajar untuk fokus pada informasi yang relevan dan mengabaikan detail yang tidak penting. Ini membantu dalam membuat model masalah yang lebih sederhana dan lebih mudah dipahami.
  • Algoritma: Saya belajar cara merancang langkah-langkah atau prosedur yang jelas untuk menyelesaikan masalah. Algoritma ini menjadi dasar dalam penulisan kode dan pengembangan program komputer.
Aplikasi dalam Berbagai Disiplin:
  • Matematika: Konsep CT membantu dalam memahami dan memecahkan masalah matematika dengan lebih terstruktur. Misalnya, dalam pemecahan persamaan, penggunaan algoritma langkah-demi-langkah membantu menemukan solusi secara sistematis.
  • Sains: Dalam eksperimen sains, CT membantu dalam merancang eksperimen, menganalisis data, dan menarik kesimpulan berdasarkan pola yang ditemukan.
  • Pemrograman: Belajar CT sangat berguna dalam pemrograman, di mana saya bisa menerapkan dekomposisi, pengenalan pola, abstraksi, dan algoritma untuk menulis kode yang efisien dan efektif.
Tantangan yang Dihadapi:
  • Abstraksi: Salah satu tantangan terbesar adalah belajar bagaimana menyederhanakan masalah dengan mengabaikan detail yang tidak penting dan fokus pada aspek yang paling relevan. Ini memerlukan pemahaman yang mendalam tentang masalah dan kemampuan untuk berpikir kritis.
  • Kompleksitas Algoritma: Merancang algoritma yang efisien bisa menjadi sulit, terutama ketika menghadapi masalah yang kompleks. Ini memerlukan latihan dan pemahaman yang baik tentang struktur data dan teori algoritma.
Pembelajaran Melalui Proyek:
  • Proyek Pemrograman: Mengerjakan proyek pemrograman kecil membantu menerapkan konsep CT dalam konteks nyata. Misalnya, membuat program untuk mengelola data atau memecahkan teka-teki logika.
  • Kolaborasi: Bekerja dalam tim pada proyek-proyek ini membantu memahami bagaimana CT dapat diterapkan dalam situasi kolaboratif, di mana komunikasi dan kerja sama menjadi penting.
Refleksi dan Peningkatan:
  • Refleksi: Melalui refleksi pada setiap proyek dan masalah yang diselesaikan, saya bisa melihat kemajuan dalam pemahaman dan keterampilan CT. Ini juga membantu mengidentifikasi area di mana saya perlu meningkatkan pemahaman dan praktik.
  • Penggunaan Alat dan Sumber Daya: Menggunakan berbagai alat dan sumber daya online seperti tutorial, kursus, dan komunitas pemrograman membantu dalam terus belajar dan meningkatkan keterampilan CT.

Pengalaman belajar CT tidak hanya meningkatkan kemampuan teknis saya, tetapi juga mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah yang dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan dan karier.

Kamis, 27 Mei 2021

TUGAS G (PROJEK): LANDASAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

A.  Pendahuluan

Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari berbagai aktivitas yang melibatkan interaksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Ini dikarenakan kehidupan manusia pada hakikatnya saling membutuhkan untuk bisa saling memenuhi keinginan dan harapan (Listia, 2015: 14). Begitu banyak keinginan manusia yang harus dipenuhi di antaranya adalah  keinginan alamiah untuk terus berpikir dan berdialektika baik secara internal dalam diri sendiri secara individu maupun secara eksternal di luar diri individu untuk mengembangkan potensi dirinya melalui proses yang disebut dengan pendidikan (Rini, 2013: 2). Dalam pandangan manusia sebagai makhluk pedagogi maka dinilai bahwa manusia bukanlah sebagai objek pendidikan melainkan sebagai subjek pendidikan. Berdasarkan anggapan tersebut maka dianggap bahwa tidak ada yang mampu mengubah pengetahuan seseorang selain seseorang itu sendiri (Burga, 2019: 19). Berdasarkan pandangan tersebut maka pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dinilai sebagai sebuah pendekatan yang selaras dengan pernyataan tersebut.

 

B.  Filsafat Konstruktivisme

1.   Filsafat

Istilah “filsafat” dapat ditinjau dari dua segi, yakni:

a.    Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa arab ‘falsafah’, yang berasal dari bahasa Yunani, ‘philosophia’, yang berarti ‘philos’= cinta, suka (loving), dan ’sophia’ = pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi ‘philosophia’ berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat diharapkan menjadi bijaksana.

b.    Segi praktis: dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti ‘alam pikiran’ atau ‘alam berpikir’. Berfilsafat artinya berpikir, olah pikir. Namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh (Kristiawan, 2016: 1).

2.   Filsafat Konstruktivisme

Dewasa ini konstruktivisme dianggap sebagai pandangan baru dalam pendidikan walaupun sebenarnya konstruktivisme merupakan pandangan dalam filsafat. Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan mereka. Konstruktivisme bertitik tolak dari asumsi bahwa pengetahuan tumbuh dan berkembang dari pikiran manusia melalui mengonstruksi, bukan melalui transfer. Konstruktivisme sebagai salah satu paradigma dalam teori belajar telah banyak mempengaruhi pembelajaran matematika terutama terhadap pendekatan pembelajaran yang disampaikan guru serta posisi dan peran dalam proses pembelajaran matematika (Rangkuti, 2014: 62).

Aliran Konstruktivisme lahir dari sebuah kritik secara terbuka terhadap pendekatan Neorealisme dan Neoliberalisme. Manusia merupakan makhluk individual yang dikonstruksikan melalui sebuah realitas sosial. Konstruksi atas manusia ini akan melahirkan paham yang intersubyektif. Hanya dalam proses interaksi sosial, manusia akan saling memahaminya. Dalam melihat hubungan antar sesama individu, nilai-nilai relasi tersebut bukanlah diberikan atau disodorkan oleh salah satu pihak, melainkan kesepakatan untuk berinteraksi itu perlu diciptakan di atas kesepakatan antar kedua belah pihak. Dalam proses ini, faktor identitas individu sangat penting dalam menjelaskan kepentingannya. Interaksi sosial antar individu akan menciptakan lingkungan atau realitas sosial yang diinginkan. Dengan kata lain, sesungguhnya realitas sosial merupakan hasil konstruksi atau bentukan dari proses interaksi tersebut. Hakekat manusia menurut konsepsi konstruktivisme lebih bersifat bebas dan terhormat karena dapat menolak atau menerima sistem internasional, serta membentuk kembali model relasi yang saling menguntungkan. Dalam teorinya, konstruktivistik merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori Gestalt. Perbedaannya adalah bahwa pada Gestalt permasalahan yang dimunculkan berasal dari pancingan eksternal sedangkan pada konstruktivistik permasalahan muncul dibangun dari pengetahuan yang direkonstruksi sendiri. Dalam pembelajaran di kelas, teori ini sangat percaya bahwa siswa mampu mencari sendiri masalah, menyusun sendiri pengetahuannya melalui kemampuan berpikir dan tantangan yang dihadapinya, menyelesaikan dan membuat konsep mengenai keseluruhan pengalaman realistik dan teori dalam satu bangunan utuh.

 

C.  Konstruktivisme pada Pembelajaran Matematika

Prinsip dasar yang melandasi filsafat konstruktivisme adalah bahwa semua pengetahuan dikonstruksikan (dibangun) dan bukan dipersepsi secara langsung oleh indra (penciuman, perabaan, pendengaran, perabaan, dan seterusnya) sebagaimana asumsi kaum realis pada umumnya. Selain itu tidak ada teori konstruktivisme tunggal, tetapi sebagian besar para konstruktivis memiliki setidaknya dua ide utama yang sama; (1) pembelajar aktif dalam mengonstruksikan pengetahuannya sendiri, dan; (2) interaksi sosial merupakan aspek penting bagi pengonstruksian pengetahuan (Bruning, Scraw, Norby, & Ronning dalam Supardan, 2016: 2).

Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat diketahui bahwa pembelajaran matematika yang berlandaskan pada pembelajaran konstruktivisme harus dapat menerima pertanyaan dan jawaban terbuka sebagai hasil konstruksi dari pemikiran peserta didik secara individual yang berbeda-beda. Sedangkan peran guru pada pembelajaran konstruktivisme ini lebih kepada pengarahan peserta didik pada proses pengkonstruksian pengetahuan ini sesuai dengan pernyataan Nuraini.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang berdasarkan pada pembelajaran konstruktivisme adalah Realistic Mathematics Education (RME).        Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan kata lain dari Realistic Mathematics Education (RME). Falsafah yang mendasari pendekatan matematik realistik seperti falsafah induknya (RME), yaitu konstuktivisme.  Nilai filosofis (ontologi, epistemologi dan aksiologi) Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dalam pembelajaran matematika dijabarkan sebagai berikut:

Ontologis

:

Pendekatan pembelajaran yang menempatkan realitas dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari siswa yang kemudian dikaitkan dengan pembelajaran matematika

Epistemologis

:

Langkah-langkah penerapan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dalam pembelajaran diawali dengan penyajian konten matematika yang dihubungkan dengan situasi nyata yang dikenal siswa. Kemudian melalui eksplorasi terhadap situasi nyata atau masalah nyata siswa menemukan kembali konsep matematika yang akan dipelajarinya.

Ontologi

:

Matematika dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa

 

Berikut ini contoh konstruktivisme pada pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD).

Perhatikan dialog antara guru dan siswa berikut

Guru                           : berapa 10 pangkat 3?

Siswa                          : 1000

Guru                           : dan 10 pangkat 2?

Siswa                          : 100

Guru                           : jadi 10 pangkat 1 menjadi berapa?

Siswa                          : 10

Siswa                          : berapa 10 pangkat 0? (siswa bertanya kepada guru )

Guru                           : mari kita cari berapa 10 pangkat 0?

kamu tahu bahwa pangkat 10 menurun satu persatu. Apa yang terjadi      jika 10 pangkat 0?           

Siswa                          :  satu

Guru                           :  berapa 10 pangkat -1?

Siswa                          :  0,1 atau 1/10

Dari dialog guru dan siswa tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme guru mengajak siswa untuk mengemukakan pendapat, mencari solusi atau jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh guru sehingga siswa diharapkan dapat mengaplikasikan pemahaman dan mengkonstruksi sendiri tentang konsep bilangan pangkat n yaitu 10 pangkat 3 atau 103 = 1000 dimana nilai n = 3.Jadi 10n = …

 

Berikut adalah sebuah contoh lain yang masih berhubungan dengan perpangkatan yang disajikan dalam bentuk ilustrasi/cerita:

(Seekor kakek bakteri sedang bercerita kepada cucu bakteri)

“cucuku sayang, dulu sekali pada waktu kakek datang ke sini, kakek masih sendirian tanpa teman ataupun sahabat”

“kapan itu, kek?”

“delapan jam yang lalu, cucuku”

“wah.. sudah lama sekali ya, kek?”

“iya memang waktu begitu cepat berlalu, kakek lanjutkan ya ceritanya, kakek waktu pertama ke sini memang masih sendirian. Tapi, karena sudah kodrat alami kita  untuk dapat membelah diri menjadi dua tiap 1 jam, akhirnya setelah 1 jam kakek di sini, kakek langsung membelah diri. Nah, inilah keturunan kakek yang pertama sekaligus teman pertama bagi kakek. Satu jam berikutnya masing-masing dari kami membelah diri lagi menjadi dua, begitu seterusnya sampai saat ini.”

“hmm.. kakek kan sudah delapan jam ada di sini, jadi keturunan kakek ada berapa ya?”

“waduh ada berapa ya, kakek tidak pernah menghitungnya. Kalau begitu mari kita hitung sama-sama. Supaya lebih mudah kita coba buat tabel ya”.

 

Jam ke-

Jumlah keturunan kakek

0

1

1

2

2

4

3

8

4

16

5

32

6

64

7

128

8

256

 

“Nah, cu, engkau bisa lihat sendiri, ternyata jumlah keturunan kakek sampai saat ini ada 256. Sekarang kakek ingin bertanya padamu, 3 jam lagi berapakah jumlah kita?” (Sang cucu menggaruk-garuk kepalanya)

Dari cerita di atas, guru bisa meminta siswa untuk membantu cucu bakteri mencari jawaban atas pertanyaan kakeknya. Selain itu guru dapat mengarahkan siswa untuk menemukan konsep perpangkatan dengan bilangan pokok 2.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Burga, M. A. (2019). Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Pedagogik. Al-Musannif1(1), 19-31.

Rangkuti, A. N. 2014. Konstruktivisme dan Pembelajaran Matematika. Jurnal Darul ‘Ilmi. 2(2): 61-76.

Listia, W. N. (2015). Anak Sebagai Makhluk Sosial. Jurnal Bunga Rampai Usia Emas1(1), 14-23.

Rini, Y. S., & Tari, J. P. S. (2013). Pendidikan: Hakekat, Tujuan, dan Proses. Yogyakarta: Pendidikan Dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta.

Kristiawan, M. 2016. Filsafat Pendidikan the Choice is Yours. Penerbit Valia Pustaka Jogjakarta; Yogyakarta.

Supardan, H. D., 2016. Teori dan Praktik Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Edunomic. 4(1); 1-12.

Nuraini, N. Aliran Filsafat Behaviorisme, Kognitivisme, Humanisme, Dan Konstrukstivisme.

TUGAS F: FILSAFAT ILMU

A. KEGIATAN 1: IDEOLOGI PENDIDIKAN

1. Radikal

Ideology pendidikan radikal ini tercermin pada perilaku warga negara yang tidak puas terhadap keadaan yang ada serta menginginkan perubahan yang cepat dan mendasar, tidak kenal kompromi dan tidak mengindahkan orang lain yang cenderung ingin menang sendiri.

2. Konservatif

Soeharto K (2020), Ideologi pendidikan konservatisme, pada dasarnya mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan prosesproses budaya yang sudah teruji oleh waktu, disertai dengan rasa hormat yang mendalam terhadap hukum serta tatanan sosial yang baku, sebagai landasan bagi perubahan sosial yang konstruktif. Dalam hal pendidikan, kaum konservatif menganggap bahwa sasaran utama sekolah adalah pelestarian dan penerusan struktur dan sistem sosial serta pola-pola berikut tradisi-tradisi yang sudah mapan. Ada dua variasi mendasar di dalam ideologi pendidikan konservatisme: (a) ideologi pendidikan konservatisme religius, menekankan pelatihan rohani sebagai pusat landasan watak moral yang tepat; (b) ideologi pendidikan konservatisme sekular, pe-duli pada perlunya pelestarian dan penyaluran keyakinan-keyakinan dan praktik-praktik yang ada sebagai sebuah jalan untuk memastikan pertahanan hidup secara sosial sekaligus keefektifan personal.

3. Liberal

Soeharto K (2020), Ideologi pendidikan liberal bertujuan untuk melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial yang ada, dengan cara membelajarkan setiap siswa sebagaimana caranya menghadapi persoalan-persoalan dalam kehidupannya sendiri secara efektif. Ideologi pendidikan liberasionisme, menganggap bahwa manusia mesti mengusahakanpembaruan/perombakan segera dalam ruang lingkup besar atas tatanan

politis yang ada, sebagai jalan menuju perluasan kebebasan individual serta untuk mempromosikan perwujudan potensi-potensipersonalsepenuhnya.

4. Humanis

Kaum old humanist, memiliki pandangan yang berpusat pada diri manusia, bukan pada Tuhan. Matematika dipandang sebagai Structure of truth (struktur kebenaran). Nilai moral diajarkan oleh orang tua kepada anaknya. Hal ini memandang orang tua memiliki peran dalam menentukan moral anaknya.

Teori sosial old humanist yang menyatakan bahwa masyarakat harus melestarikan budaya telah sesuai dengan landasan yuridis kurikulum 2013 yang menyatakan bahwa kualifikasi pengetahuan yang dimiliki siswa adalah memiliki pengetahuan faktual dan konseptual tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,, dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban. Kaum ini menyatakan bahwa hakekat siswa dalam pembelajaran harus ditanamkan nilai-nilai karakter. Menurut pandangan ini, bakat dan matematika genius yang diwariskan, dan kemampuan matematika dapat diidentifikasi dengan kecerdasan murni. Pendidikan diberikan agar siswa mengetahui bakat mereka sendiri dan mampu mengembangkannya.

Guru dapat menggunakan sumber belajar lainnya untuk memotivasi atau memfasilitasi pemahaman siswa. Peran guru dalam perspektif ini adalah mengkomunikasikan matematika yang bermakna. Penilaian dalam kaum Old Humanist ini menggunakan test eksternal yang didasarkan pada susunan terstruktur pada materi pelajaran matematika dan pada jumlah atau tingkat yang sesuai dengan kemampuan matematika. Guru dituntut untuk lebih kreatif dalam penyampaian bahan ajar, agar peserta didik lebih mengerti dalam aplikasinya. Untuk keragaman sosial, matematika bertujuan untuk memanusiakan manusia untuk tujuan pendidikan.

5. Progresif

Kaum progressive memiliki sikap politik bebas dan ingin maju terus, selalu menginginkan perubahan progresif dan cepat. Matematika dipandang sebagai process of thinking (proses berpikir). Matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio atau penalaran yang terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.

Teori progressivism sebetulnya merupakan perluasan pikiran-pikiran pragmatism pendidikan. Teori ini memandang siswa sebagai makhluk sosial yang aktif. Kaum progressive educator yang menganut paham liberal, bebas tanpa adanya batasan dari pemerintah. Hakekat siswa di progressive educator ini adalah berorientasi pada siswa (students centered). Pada kaum ini, siswa merupakan subjek yang aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pada kaum ini diperlukan adanya kerjasama antara guru dan siswa serta siswa dan siswa. Teori kemampuan siswa di progressive educator adalah hal yang dibutuhkan. Maksudnya adalah siswa belajar dan tumbuh melalui pengalaman secara fisik dan dunia sosial.

6. Sosial

Wikandaru dan Cahyo (2016), Sosialisme adalah ideologi yang beranggapan bahwa pemilikan bersama merupakan cara hidup yang paling baik. Sosialisme tidak menyukai adanya hak milik pribadi karena hak milik pribadi membuat manusia egois dan menghancurkan keselarasan masyarakat yang alami. Sosialisme menginginkan pengorganisasian produksi oleh negara sebagai saran untuk menghapus kemiskinan dan penghisapan orang kecil. Sosialisme menyerukan persamaan hak bagi semua lapisan, golongan, dan kelas masyarakat dalam menikmati kesejahteraan, kekayaan dan kemakmuran. Sosialisme menginginkan pembagian keadilan dalam ekonomi. Tugas negara adalah mengamankan sebanyak mungkin faktor produksi untuk kesejahteraan seluruh rakyat, dan bukan terpusat pada kesejahteraan pribadi. Sosialisme menganggap bahwa negara adalah lembaga di atas masyarakat yang mengatur masyarakat tanpa pamrih. Nilai-nilai utama dalam sosialisme adalah kesamaan, kerja sama, dan kasih sayang. Produksi dilakukan atas dasar kegunaan dan bukan untuk mencari keuntungan sematamata. Persaingan yang kompetitif digantikan dengan perencanaan. Setiap orang bekerja demi komunitas dan memberi kontribusi pada kebaikan bersama sehingga muncul kepedulian terhadap orang lain. Kedua, landasan ontologis yang mendasari sosialisme berkaitan dengan kodrat etis manusia; sifat kodrati manusia; dan harmoni tatanan masyarakat. Sosialisme berpendapat bahwa kodrat etis manusia adalah baik; sifat kodratinya adalah bersifat sosial; dan menganggap bahwa ada harmonitas atau keselarasan dalam tatanan masyarakat.

7. Demokrasi

Firdaus (2016), menurut Soekarno tentang demokrasi pendidikan adalah, bahwa proses pendidikan itu harus dilaksanakan secara demokratis, dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar tanpa dihinggapi perasaan takut dan tertekan, mereka dapat belajar dengan senang, bebas dan penuh keceriaan. Yang ditekankan Soekarno di sini terletak pada bentuk dan proses belajar-mengajarnya, diharapkan dari proses tersebut dapat menumbuhkan sikap peserta didik yang kritis, demokratis, terbuka dan bebas dalam mengemukakan pendapat dan melakukan tindakan.

B. KEGIATAN 2: HAKIKAT PENDIDIKAN

Macam-macam Hakikat Pendidikan

1. Obligation

Pendidikan pada dasarnya adalah kewajiban setiap individu dalam rangka untuk meningkatkan potensi diri mereka.

2. Preserving

Hakikat Pendidikan adalah dengan pendidikan seseorang diharapkan mampu melestarikan budaya yang sudah ada.

3. Exploiting

Hakikat Pendidikan adalah memanfaatkan kemampuan yang telah mereka dpaatkan dalam proses pendiidkan yang menghasilkan perubahan dalam rangka meningkatkan kualitas individu.

4. Transforming

Hakikat Pendidikan adalah dengan adanya pendidikan ada perubahan yang terjadi dalam diri masing-maisng individu, contohnya perubahan dari yang jelek menjadi baik, dari bodoh menjadi pintar, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak terampil menjadi terampil dst.

5. Liberating

Hakikat Pendidikan adalah usaha untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk penindasan dan ketertindasan.

6. Needs

Pendidikan adalah kebutuhan bagi setiap individu karena dengan pendidikan dapat mencerdaskan siswa serta membentuk manusia seutuhnya yaitu manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

7. Democracy

Hakikat Pendidikan demokrasi itu adalah kebebasan, setiap individu mendapat peluang yang sama dalam menerima kesempatan dan perlakuan pendidikan.

Dari uraian di atas, Hakikat Pendidikan yang saya pilih yaitu demokrasi, karena dengan pendidkan yang demokrasi, siswa pada dasarnya mendapatkan kesempatan yang sama dan bebas menentukan materi apa yang ia ingin pelajari dalam proses pembelajaran di kelas

C. THE NATURE OF MATHEMATICS (HAKIKAT MATEMATIKA)

1. Body of Knowledge (Tubuh Pengetahuan)

Matematika sebagai tubuh pengetahuan. Banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembangannya bergantung dari matematika antara lain:

a. Penemuan dan pengembangan Teori Mendel dalam Biologi melalui konsep Probabilitas.

b. Perhitungan dengan bilangan imajiner digunakan untuk memecahkan masalah tentang kelistrikan.

c. Dengan matematika, Einstein membuat rumus yang dapat digunakan untuk menaksir jumlah energi yang dapat diperoleh dari ledakan atom.

d. Dalam ilmu pendidikan dan psikologi, khususnya dalam teori belajar, selain digunakan statistik juga digunakan persamaan matematis untuk menyajikan teori atau model dari penelitian

e. Dalam ilmu kependudukan, matematika digunakan untuk memprediksi jumlah penduduk dll.

f. Dalam seni grafis, konsep transformasi geometric digunakan untuk melukis mosaik.

g. Dalam seni musik, barisan bilangan digunakan untuk merancang alat musik.

h. Banyak teori-teori dari Fisika dan Kimia (modern) yang ditemukan dan dikembangkan melalui konsep Kalkulus.

i. Teori Ekonomi mengenai Permintaan dan Penawaran dikembangkan melalui konsep Fungsi Kalkulus tentang Diferensial dan Integral.

2. Science of truth

Matematika dipandang sebagai Science of truth (Kebenaran Ilmu). Ukuran kebenaran ilmu adalah rasionalisme dan empirisme sehingga kebenaran ilmu bersifat empiris dan rasional. Sedangkan menurut Immanuel Kant, matematika merupakan cara berpikir logis yang salah atau benarnya dapat ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris. Jadi menurut Immanuel Kant dalam pembelajaran matematika tidak penting adanya suatu pengalaman, yang terpenting adalah logika. Sesuatu hal dapat dibuktikan secara teoritis berdasarkan penalaran (logika) saja, tanpa perlu mengamati, melakukan, atau mengalaminya secara langsung.

Pada konsep ideal kurikulum 2013, pelaksanaan proses pembelajaran matematika di sekolah justru mengarahkan siswa untuk membuktikan sesuatu hal berdasarkan pengalaman langsung. Siswa diminta untuk melakukan percobaan secara langsung, kemudian melakukan pengamatan terhadap percobaan yang telah dilakukan, kemudian membuat sebuah kesimpulan atau pembuktian terhadap sesuatu hal yang diteliti. Dalam hal ini, siswa tidak hanya menggunakan logika (penalaran) dalam membuat sebuah

kesimpulan atau pembuktian, namun siswa juga akan menggunakan pengalaman empirisnya. Dengan demikian, kebenaran yang akan diperoleh tidak hanya sesuai dengan teori yang ada, namun juga akan sesuai dengan keadaan nyata (pengalaman) yang telah dialami oleh siswa.

3. Structure of truth

Matematika merupakan ilmu terstruktur yang terorganisasikan. Hal ini karena matematika dimulai dari unsur yang tidak didefinisikan, kemudian unsur yang didefinisikan ke aksioma / postulat dan akhirnya pada teorema. Konsep-konsep amtematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistimatis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Oleh karena itu untuk mempelajari matematika, konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat, harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami topik atau konsep selanjutnya. Dalam pembelajaran matematika guru seharusnya menyiapkan kondisi siswanya agar mampu menguasai konsep-konsep yang akan dipelajari mulai dari yang sederhana sampai yang lebih kompleks. Contoh seorang siswa yang akan mempelajari sebuah volume kerucut haruslah mempelajari mulai dari lingkaran, luas lingkaran, bangun ruang dan akhirnya volume kerucut. Untuk dapat mempelajari topik volume balok, maka siswa harus mempelajari rusuk / garis, titik sudut, sudut, bidang datar persegi dan persegi panjang, luas persegi dan persegi panjang, dan akhirnya volume balok.

4. Process of Thinking.

Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena proses mencari kebenaran (generalisasi) dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan yang lain. Metode pencarian kebenaran yang dipakai adalah metode deduktif, tidak dapat dengan cara induktif. Pada ilmu pengetahuan alam adalah metode induktif dan eksperimen. Walaupun dalam matematika mencari kebenaran itu dapat dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus dapat dibuktikan dengan cara deduktif. Dalam matematika suatu generalisasi dari sifat, teori atau dalil itu dapat diterima kebenarannya sesudah dibuktikan secara deduktif

5. Social Activities

Matematika digunakan manusia untuk memecahkan masalahnya dalam kehidupan sehari-hari. Contoh :

a. Memecahkan persoalan dunia nyata

b. Mengadakan transaksi jual beli, maka manusia memerlukan proses perhitungan matematika yang berkaitan dengan bilangan dan operasi hitungnya

c. Menghitung luas daerah

d. Menghitung jarak yang ditempuh dari suatu tempat ke tempat yang lain

e. Menghitung laju kecepatan kendaraan

D. HAKIKAT MATEMATIKA SEKOLAH

1. Cari pola dan hubungan

Matematika disebut sebagai ilmu tentang pola karena pada matematika sering dicari keseragaman seperti keterurutan, keterkaitan pola dari sekumpulan konsep-konsep tertentu atau model yang merupkan representasinya untuk membuat generalisasi. Misal : Jumlah a bilangan genap selamanya sama dengan a2 .

Contoh : a = 1 maka jumlahnya = 1 = 12 . Selanjutnya 1 dan 3 adalah bilangan-bilangan ganjil jumlahnya adalah 4 = 22 . Berikutnya 1, 3, 5, dan 7, maka jumlahnya adalah 16 = 42 dan seterusnya. Dari contoh-contoh tersebut, maka dapat dibuat generalisasi yang berupa pola yaitu jumlah a bilangan ganjil yang berurutan sama dengan a2 . Matematika disebut ilmu tentang hubungan karena konsep matematika satu dengan lainnya saling berhubungan. Misalnya : Antara persegi panjang dengan balok, antara persegi dengan kubus, antara kerucut dengan lingkaran, antara 5 x 6 = 30 dengan 30 : 5 = 6. Antara 102 = 100 dengan 100 = 10. Demikian juga cabang matematika satu dengan lainnya saling berhubungan seperti aritmatika, aljabar, geometri dan statistika, dan analisis

2. Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika adalah kegiatan problem solving. Guru berupaya mengembangkan pembelajaran sehingga menimbulkan masalah matematika yang harus dipecahkan oleh siswa dengan menggunakan cara mereka sendiri.

3. Investigasi

Salah cara pembelajaran matematika yang diharapkan dapat mendorong siswa untuk menemukan proses matematika sedemikian rupa sehingga mengalami sendiri dan melalui proses matematika adalah kegiatan investigasi matematika. Hal ini untuk mengikuti pandangan matematika yang cenderung inkuiri; matematika tersajikan secara relevan sesuai dengan tahap berpikir anak; serta pembelajaran yang berangkat dari pengalaman dan kebutuhan anak.

Kegiatan investigasi matematika memiliki beberapa karakteristik, yaitu : ‘open ended; finding pattern; self-discovery; reducing the teacher’s role; not helpful examination; not worthwwhile; not doing reaal math; using one’s own methed; being exposed; limited to the teacher’s experience; not being in control; divergen.’ (Edmmond & Knight, 1983, dalam Grimison & Dawe, 2000 : 6)

4. Komunikasi

Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Menurut Fathoni matematika dipandang sebagai bahasa karena “dalam matematika terdapat sekumpulan lambang/simbol dan kata (baik kata dalam bentuk lambang)”. Misalnya “ >” yang melambangkan kata “lebih besar”, maupun kata yang diadobsi dari bahasa biasa, misalnya kata “fungsi” yang dalam matematika menyatakan suatu hubungan dengan aturan tertentu antara unsur-unsur dalam dua buah himpunan. Simbol-simbol matematika bersifat “artificial” yang baru memiliki arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu, maka matematika hanya merupakan kumpulan

simbol dan rumus yang kering akan makna. Berkaitan dengan hal ini, tidak jarang kita jumpai dalam kehidupan, banyak orang yang berkata bahwa X, Y, Z itu sama sekali tidak memiliki arti.

kemampuan komunikasi dalam matematika adalah kemampuan siswa membaca wacana matematika dengan pemahaman, mampu mengembangkan bahasa dan simbol matematika sehingga dapat mengkomunikasikan secara lisan dan tulisan, mampu menggambarkan secara visual dan merefleksikan gambar atau diagram ke dalam ide matematika, mampu merumuskan dan mampu memecahkan masalah melalui penemuan.

E. Nilai Moral Pada Pendidikan Matematika

Adapun nilai-nilai Moral pada Pendidikan Matematika sebagai berikut:

1. Good vs Bad

Matematika adalah tunggal. Kebenaran dan kesalahan di dalam metematika bersifat absolut. Benar adalah benar, sedangkan salah adalah salah

2. Pragmatism

Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu.

Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, dimana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkrit, dan terpisah satu sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah.

3. Hierarkhies Paternalistics

Sistem kepemimpinan yang berdasarkan hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin, seperti hubungan antara ayah dan anak. Artinya nilai moral diajarkan oleh orang tua kepada anaknya. Hal ini memandang orang tua memiliki peran dalam menentukan moral anaknya

4. Humanity

5. Justice Freedom

Seseorang bebas melakukan segala sesuatu yang diinginkannya tanpa memandang baik atau buruknya.

F. Nilai-nilai Pendidikan Matematika

Adapun nilai-nilai pendidikan matematika sebagai berikut:

1. Intrinsik Matematika bernilai intrinsik jika seseorang menguasai matematika hanya untuk dirinhya.

2. Ekstrinsik Matematika bernilai ekstrinsik jika ia bisa menerapkan matematika dalam kehidupan.

3. Sistemik Jika seseorang mampu menggunakan pengetahuan matematika untuk bergaul dengan masyarakat

G. Hakikat Siswa (The Nature of Students)

Adapun hakikat siswa antara lain:

1. Empty Vessel Dalam paradigma pendidikan lama, siswa bagaikan tong kosong yang diisi air oleh gurunya. Siswa diibaratkan tidak mengetahui apa-apa dan semua pengetahuan bersumber dari guru.

2. Character Building

Dalam pendidikan, harus memperhatikan pendidikan karakter disamping aspek kognitif. Kebanyakan orang menganggap bahwa kesuksesan hanya diukur dengan menggunakan parameter pengetahuan/hafalan semata dan cenderung apatis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter itu sendiri. Pendidikan karakter merupakan salah satu opsi yang harus dioptimalkan dalam sistem pendidikan di Indonesia.

3. Creativity Dalam pendidikan, Kreativitas siswa adalah bagaimana siswa menghasilkan produk berkaitan dengan penemuan sesuatu, memproduksi sesuatu yang baru, bukan merupakan akumulasi ketrampilan atau berlatih pengetahuan dan mempelajari buku. Kreativitas bukanlah ciri kepribadian, akan tetapi ketrampilan atau proses yang menghasilkan produk yang kreatif yang memang sudah ada di dalam dirinya (Wodfok, 2003 dalam www.depdiknas.go.id).

4. Growing like a seed Constructing Siswa itu akan tumbuh seperti benih. Sekolah ibarat ladang, dan benih yang akan ditabur adalah murid. Guru adalah petaninya. Jika kita menanam benih pada ladang yang subur, lalu kita merawat dan memelihara benih tersebut hingga tumbuh, besar, dan kuat. Menyiram dan memupuknya dengan teratur. Percayalah benih itu tentu akan bertumbuh menjadi tanaman yang menghasilkan buah yang baik dan memuaskan kita sebagai petaninya. Akan tetapi sebaliknya, jika kita hanya menanam benih dilahan yang tidak dipersiapkan pengolahannya lalu tidak merawat dan menjaganya sungguh-sungguh, tidak menyirami dan memupuknya dengan teratur, maka bukan tumbuhan yang subur dan kuat yang akan

kita peroleh, tetapi yang akan kita panen adalah rumput ilalang dan semak-semak.". begitulah perumpaan siswa tumbuh seperti benih dan guru sebagai petaninya.

H. Hakikat Kemampuan Siswa

1. Talent Given

2. Effort

3. Need

4. Competency

5. Culture

6. Contextual

7. Others

I. Tujuan Pendidikan Matematika (The Aim of Mathematics Education)

1. Back to Basic (Arithmetics)

2. Certification

3. Transfer of knowledge

4. Creativity

5. To develop people comprehensively

J. Hakikat Pembelajaran (Nature of Learning)

1. Work Hard, Exercises, Drill, Memorize

Hakekat belajar matematika dengan bekerja keras, latihan dan menghafal. Anak yang belajar harus banyak latihan, semakin banyak dan kuat serta keras latihannya semakin baik hasil pembelajaran matematikanya.

2. Thinking and Practice

Belajar matematika itu dengan berpikir dan mempraktekkannya. Sebagaimana kita ketahui bahwa matematika itu merupakan proses berpikir dan proses berpikir ini harus dipraktekkan agar memahami matematika dengan baik.

3. Understanding and Application

Belajar matematika dengan memahami dan mengaplikasikannya. Paham ini berpendapat bahwa keberhasilan pembelajaran matematika dengan memahami matematika tersebut dan mengaplikasikannya. Kalau hanya mengerjakan latihan soal MTK, mempraktekkan tanpa pemahaman yang dalam, maka akan mengurangi esensi belajar matematika.

4. Exploration

Belajar matematika yang baik itu dengan eksplorasi. Matematika tidak hanya deretan rumus-rumus tanpa makna. Oleh karena itu, cara belajar matematika yang bagus itu dengan mengeksplorasi matematika tersebut.

5. Discussion, Autonomy Self

Diskusi ialah suatu cara belajar siswa untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun berbagai alternatif dalam pemecahan masalah". Keuntungan diskusi yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapatnya dan menjadikan mereka lebih aktif sehingga interaksi

yang berlangsung selama proses pembelajaran tidak hanya terfokus pada guru tetapi adanya interaksi antara siswa dengan siswa lainnya menjadi lebih terfokus sesuai dengan pembelajaran yang berlangsung di kelas. Dengan menggunakan diskusi kelas diharapkan mampu meningkatkan aktivitas siswa dan kemampuan mengungkapkan pendapat serta memiliki strategi untuk menjawab soal sehingga proses pembelajaran berlangsung baik.

K. Hakikat Mengajar (Nature of Teaching)

1. Transfer of Knowledge

Kegiatan belajar dan mengajar yang dilakukan secara tersistem dan terprogram di dalam kelas oleh guru sebenarnya dapat saja kita ketahui tingkat keberhasilannya dari proses komunikasi yang terjalin. Bahwa, proses belajar dan mengajar yang terjadi di kelas merupakan proses komunikasi antara guru dan anak didik. Dan, komunikasi yang lancar ditengarai mempunyai andil yang cukup besar dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru.

Sebagai sebuah proses transfer pengetahuan (transfer of knowledge), proses pembelajaran pada kenyataannya tidak hanya tergantung pada penguasaan materi pembelajaran oleh sang guru. Guru yang menguasai materi pembelajaran secara tuntas tidak selalu menjadi tanggungan bahwa proses pembelajarannya akan berhasil.

2. External Motivation

Motivasi eksternal guru dalam mengajar adalah sikap atau perasaan-perasaan yang timbul pada diri seseorang terhadap pekerjaannya dalam rangka memenuhi kebutuhannya yang dapat menyebabkan naik dan turunnya semangat dan kegairahan kerja. Adapun motivasi eksternal meliputi : prestasi, pengakuan, pekerjaan, tanggung jawab, kesempatan untuk maju, sikap atau perasaan-perasaan terhadap pekerjaan.

3. Internal Motivation Motivasi Internal merupakan daya dorongan dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Jika kita bawa ke dalam kegiatan mengajar guru, motivasi internal merupakan daya dorong seseorang individu (guru) untuk terus melakukan praktek pembelajaran dengan baik berdasarkan suatu kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak yang berhubungan dengan aktivitas belajar. Intinya motivasi internal timbul dari dalam diri seseorang individu guru dalam kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan atau sejalan dengan kebutuhanny.

4. Construction

Mengajar adalah suatu proses aktif dimana guru membangun (mengkonstruk) pengetahuan siswanya berdasarkan pada pengalaman/pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa tersebut. Selain guru membangun aspek kognitif siswa, guru juga memiliki peranan membangun karakter siswa.

5. Discussion

Mengajar itu adalah berdiskusi. Maksudnya guru tidak otoriter dengan kehendaknya saja untuk mengajar tapi perlu adanya diskusi dengan murid tentang pembelajaran agar terlaksana komunikasi dua arah dan siswa menyenangi pembelajaran matematika tersebut.

6. Investigation

7. Development

8. Facilitating

9. Ekspositori

L. Teori Mengajar Matematika (Theory of Teaching Mathematics)

1. Ekspositori pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampan materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Materi pelajaran disampaikan lang-sung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi pe-lajaran seakanakan sudah jadi. Karena strategi ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur, maka sering juga dinamakan strategi ”chalk and talk”.

2. Problem solving problem solving adalah pembelajaran yang mengutamakan pemecahan masalah dalam kegiatan belajar untuk memperkuat daya nalar yang digunakan oleh peserta didik agar mendapatkan pemahaman yang lebih mendasar dari materi yang disampaikan. Seperti yang diungkapkan Pepkin bahwa metode problem solving adalah suatu pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan keterampilan.

3. Memorize

Pembelajaran yang diarahkanuntuk mengembangkan kemampuan menyerap dan menginterogasikan informasi sehingga siswa-siswa dapat mengingat informasi yang telah diterima dan dapat me-recall kembali pada saat yang diperlukan

4. Drill

Pembelajaran Drill merupakan suatu cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan terhadap apa yang telah dipelajari siswa sehingga memperoleh suatu keterampilan tertentu. Kata latihan mengandung arti bahwa sesuatu itu selalu diulang-ulang, akan tetapi bagaimanapun juga antara situasi belajar yang pertama dengan situasi belajar yang realistis, ia akan berusaha melatih keterampilannya. Bila situasi belajar itu diubah-ubah kondisinya sehingga menuntut respons yang berubah, maka keterampilan akan lebih disempurnakan.

Ada keterampilan yang dapat disempurnakan dalam jangka waktu yang pendek dan ada yang membutuhkan waktu cukup lama. Perlu diperhatikan latihan itu tidak diberikan begitu saja kepada siswa tanpa pengertian, jadi latihan itu didahului dengan pengertian dasar.

5. Discussion

Metode pembelajaran diskusi adalah metode yang dimana guru memberikan suatu persoalan atau masalah kepada peserta didik, dan peserta didik di beri kesempatan untuk berkelompok dan menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru. Dalam kegiatan

diskusi, peserta didik diberikan kebebasan untuk mengemukakan pendapatnya. Baik itu mengusulkan, menyanggah dan memberikan saran.

6. Practical work

Pembelajaran praktik merupakan suatu proses untuk meningkatkan keterampilan peserta didik dengan menggunakan berbagai metode yang sesuai dengan keterampilan yang diberikan dan peralatan yang digunakan. Selain itu, pembelajaran praktik merupakan suatu proses pendidikan yang berfungsi membimbing peserta didik secara sistematis dan terarah untuk dapat melakukan suatu ketrampilan.

7. Development

Pembelajaran pengembangan berarti pembelajaran yang berfokus pada proses yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru.

8. Facilitating

Tugas guru adalah memfasilitasi pembelajaran. Karena itu diperlukan alat – alat yang dapat digunakan sebagai alat bantu guru dalam mengajar serta sebagai saran pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa). Alat bantu tersebut sering disebut dengan media pembelajaran. Banyak sekali media pembelajaran yang dapat kita jumpai, dari yang sederhana hingga yang cukup komplek. Media pembelajaran dapat kita jumpai di pasaran sebagai sarana permainan ataupun kita bisa kita buat sendiri dengan bahan yang sederhana. Selain itu guru memfasilitasi pembelajaran ini maksudnya membimbing siswa/ memfasilitasi siswa dalam melaksanakan proses berpikir dalam pembelajaran matematika.

M. Hakikat Sumber Belajar (The Nature of Teaching Learning Resources)

1. White Board, Chalk, Anti Calculator

2. Teaching Aid

3. Visual Teaching Aid for motivation

4. Various resources/ environment

5. Social Environment

N. Hakikat Asesmen Pembelajaran (The Nature of Asesment)

1. External Test

Penilaian yang diselenggarakan oleh pemerintah. External test ini biasanya diselenggarakan secara serentak baik skala daerah maupun skala nasional. Contoh eksternal test adalah UNBK, Penilaian Akhir Semester (PAS) dan AKM

2. Portfolio Asesmen portofolio adalah suatu prosedur pengumpulan informasi mengenai perkembangan dan kemampuan siswa melalui portofolionya, dimana pengumpulan informasi tersebut dilakukan secara formal dengan menggunakan kriteria tertentu, untuk tujuan pengambilan keputusan terhadap status siswa. Proses dan hasil Penilaian portofolio

menerapkan prinsip proses dan hasil. Proses belajar yang dinilai misalnya diperoleh dari catatan perilaku harian peserta didik anecdot mengenai sikapnya dalam belajar, antusi tidaknya dalam mengikuti pelajaran dan sebagainya. Aspek lain dari penilaian portofolio adalah peniaian hasil, yaitu menilai hasil akhir suatu tugas yang diberikan oleh guru. roses dan hasil Penilaian portofolio menerapkan prinsip proses dan hasil. Proses belajar yang dinilai misalnya diperoleh dari catatan perilaku harian peserta didik anecdot mengenai sikapnya dalam belajar, antusi tidaknya dalam mengikuti pelajaran dan sebagainya. Aspek lain dari penilaian portofolio adalah peniaian hasil, yaitu menilai hasil akhir suatu tugas yang diberikan oleh guru.

3. Social

Asesmen Sosial merupakan proses kritis dalam praktik pekerjaan siswa. Penentuan tujuan dan intervensi amat tergantung pada asesmen. Asesment yang tidak tepat atau tidak lengkap mungkin akan berakibat pada penetapan tujuan yang tidak tepat dan penetapan intervensi yang tidak tepat.

4. Contextual Asesmen kontekstual merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah. Ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis pada asesmen autentik, adalah sebagai berikut. a. Peserta didik mengkonstruksi responnya sendiri, bukan sekadar memilih jawaban yang tersedia. b. Tugas-tugas merupakan tantangan yang dihadapkan dalam dunia nyata. c. Tugas-tugas yang diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban tertentu yang benar, tetapi memungkinkan banyak jawaban benar atau semua jawaban benar.

Dari uraian di atas, asesmen yang saya pilih untuk praktek pembelajaran matematika yang paling baik adalah asesmen kontekstual. Pemilihan asesmen kontekstual ini sejalan dengan hakekat pembelajaran matematika. Pada asesmen ini peserta didik mengkontruksi pikiran sendiri, tugas merupakan tantangan dan tidak hanya memiliki satu jawaban, ini sangat bagus diterapkan dalam pembelajaran matematika.

O. Hakikat Masyarakat (The Nature of Society)

1. Diversity

2. Monoculture

3. Desentralisation

4. Competency

5. Multiple Solution

6. Heterogonomous

7. Social Capital

8. Local Culture

P. Hakikat Kurikulum (The Nature Curriculum)

1. Instrument Curriculum Kurikulum berbasis intrumen adalah kurikulum berbasiskan alat yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian kompetensi. Atau dapat juga diartikan sebagai kurikulum berbasiskan alat bantu yang dipilih dan digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar kegiatan pembelajaran tersebut, menjadi sistematis.

2. Subject based Curriculum

subject based curriculum, menurut Roberts S. Zais dipandang sebagai konsep kurikulum yang paling kuno, tradisional, dan klasik, konsep kurikulum ini hampir semisal dengan konsep kurikulum ketika pada awal diadopsi dalam dunia pendidikan. Kurikulum ini cenderung sebagai kurikulum intelektual dan memang lahir dari teori pendidikan intelek yang menjadi landasan konseptualnya.

Menurut Zais dan para ahli kurikulum lainnya seperti; Ronald G. Cave, Bill Hodkinson, Rogers, dan lain-lain, mendefinisikan kurikulum ini sebagai ‘a set series of subject or subject matters to be covered/ to be mastered by learners’. Semangat kurikulum ini berorientasi kepada penguasaan disiplin-disiplin pengetahuan, nilai-nilai budaya, teknologi, dan sebagainya yang sudah ada dan banyak dikembangkan para ahli terdahulu. Semangat kurikulum ini juga lebih bersifat konserpativ, mengingat pengawetannya terhadap berbagai disiplin ilmu serta nilai-nilai yang sudah ada. Konstruk kurikulum ini dibentuk oleh deretan mata-mata pelajaran yang perlu dipelajari dan dikuasai peserta didik

3. Integrated Curriculum

Integrated curriculum meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan. Semua ini dimaksudkan agar anak dapat dibentuk menjadi pribadu yang integrated yakni manusia yang selaras dengan lingkungan hidupnya.

4. Knowledge Based Curriculum Kurikulum berbasis pengetahuan adalah kurikulum berbasis fakta, kebenaran atau informasi yang diperoleh melalui pengalaman atau pembelajaran.

5. Competent based Curriculum

Menurut Saylor (1981), menyatakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi sebagai “.. a design based on specific competencies is characterized by specific, sequential, and demonstrable learning of the task, activities, or skill which constitute the acts to be learned and performed by student”. Lebih lanjut Eve Krakow (2003) mengemukakan bahwa pengajaran berbasis kompetensi adalah keseluruhan tentang pembelajaran aktif (active learning) dimana guru membantu siswa untuk belajar bagaimana belajar dari pada hanya mempelajari isi (learn how to learn rather than just cover content).

Kurikulum berbasis kompetensi menekankan pada mengeksplorasi kemampuan/ potensi peserta didik secara optimal, mengkonstruk apa yang dipelajari dan mengupayakan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kurikulum berbasis kompetensi berupaya mengkondisikan setiap peserta didik agar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sehingga proses penyampaiannya harus bersifat kontekstual dengan mempertimbangkan faktor kemampuan, lingkungan, sumber daya, norma, integrasi dan aplikasi berbagai kecakapan kinerja, dengan kata lain KBK berorientasi pada pendekatan konstruktivisme.

6. Individual Curriculum

Kurikulum Pembelajaran individual adalah Kurikulum yang berorientasi pada pelatihan yang bersifat individual karena pertimbangan adanya perbedaan-perbedaan diantara para peserta didik. Kurikulum Pembelajaran individual memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri tempat, waktu dan kapan dirinya merasa siap untuk menempuh ulangan atau ujian.

7. Interactive Curriculum

Kurikulum yang berorientasi pada siswa (student centered), dimana siswa dilibatkan langsung dalam berbagai jenis kegiatan pembelajaran di kelas. Kurikulum Interaktif membuat siswa saling berinteraksi dalam berbuat dan berpikir (hands on and minds on) yang menghasilkan umpan balik secara langsung terhadap materi pelajaran yang diberikan

8. ICT Based Curriculum

Dalam Kurikulum berbasis TIK, TIK berperan sebagai media penghubung untuk menyampaikan transfer ilmu pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik. Dua unsur penting dalam proses transfer ilmu pengetahuan tersebut yaitu unsur media dan pesan yang disampaikan melalui media tersebut. Unsur media menggambarkan TIK sebagai jaringan infrastruktur yang menghubungkan pendidik dengan peserta didik, sedangkan unsur pesan menggambarkan konten pembelajaran digital.

Kurikulum berbasis TIK, tidak menghilangkan konteks awal pembelajaran yang berlangsung secara tatap muka di dalam ruang kelas melainkan melalui beberapa tahapan evolusi sesuai kondisi sekolah.

Dari uraian di atas, Kurikulum pendidikan yang saya pilih untuk pembelajaran matematika yaitu Competent based Curriculum (Kurikulum Berbasis Kompetensi) karena sebagaimana diketahui pembelajaran matematika memerlukan siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya dengan

dibantu guru sebagai fasilitator. Ini sejalan dengan prinsip KBK yang beroriantasi pada pendekatan kontruktivisme.

Q. Hakikat Siswa Belajar Matematika (The Nature Students Learn Mathematics)

1. Individual

Siswa ini suka belajar sendiri. Kemampuan berpikir matematis nya sangat baik ketika diberikan waktu untuk belajar sendiri. Dia bisa memahami matematika dengan belajar sendiri/ mandiri.

2. Competition

Cara belajar siswa ini adalah kompetisi. Menurutnya, belajar itu adalah sebuah kompetisi. Apabila mengerjakan soal yang diberikan guru, dia berusaha untuk memaksimalkan hasilnya daripada teman-temannya

3. Motivation

Siswa dengan belajar yang memiliki motivasi tinggi. Siswa seperti ini, sangat antusias dalam pembelajaran matematika. Siswa ini selalu mampu memotivasi dirinya sendiri untuk belajar.

4. Readiness

Siswa yang selalu mempunyai prinsip untuk mempersiapkan segala sesuatu sebelum belajar. Tipe siswa seperti ini cenderung disiplin dan tidak akan belajar dengan pengetahuan yang kosong sebelum masuk ke kelas.

5. Scaffolding

Siswa yang dalam belajar membutuhkan arahan kita terkait pemahaman matematikanya. Siswa ini tidak bisa diberikan permasalahan tanpa bimbingan.

6. Collaborative

Siswa yang suka berkolaborasi dengan temannya dalam belajar. Siswa ini akan mudah memahami pembelajaran ketika diberikan tugas kelompok dibandingkan tugas individu.

7. Constructing Siswa yang membangun pengetahuannya sendiri. Proses Konstruksi Pengetahuan Matematika dengan suatu cara atau langkah-langkah yang dilakukan seorang siswa untuk membangun pengetahuannya, yang berlangsung melalui dua proses konstruktif yakni proses asimilasi dan akomodasi.

8. Contextual siswa memahami makna materi ajar dengan mangaitkannya terhadap konteks kehidupan sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.

9. Enculturingual Enkulturasi adalah kondisi saat seseorang siswa secara sadar ataupun tidak sadar mencapai kompetensi dalam budayanya dan menginternalisasi budaya tersebut. Proses enkulturasi

terjadi ketika mereka bergaul dengan masyarakat dari mulai anak-anak hingga tua Melalui proses tersebut, siswa tersebut belajar menghormati simbol bangsa dari menyanyikan lagu kebangsaan di sekolah. ia menjadi sadar akan hak dan kewajiban dirinya dan orang lain

Dari uraian di atas, cara belajar matematika siswa yang bagus untuk praktek pembelajaran itu adalah kontekstual karena dalam pembelajaran matematika diharapkan siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri dengan dibimbing oleh guru.

R. Hakikat Berpikir Matematis (The Nature Mathematical Thinking)

1. Subyective

2. Obyec tive

3. Produ cing

4. R e f l e c t i n g

5. Critizising

6. Constru cting

7. Social Activity

8. Atittude

9. Content

10. Method

11. Conjecture

12. Embodiment

Rabu, 05 Mei 2021

REFLEKSI PERTEMUAN 10 (Vcon Terakhir): METODOLOGI FILSAFAT SECARA ONTOLOGI

Perkuliahan mata kuliah Filsafat Ilmu pertemuan ke-10 (pertemuan Vcon terakhir untuk mata kuliah filsafat) yang diampuh oleh Prof. Dr. Marsigit, MA. dilakukan pada hari Selasa, 04 Mei 2021 pukul 12:40-14:00 WIB dan berlangsung secara daring melalui Zoom. Inti materi yang disampaikan pada mata kuliah kali ini adalah mengenai metodologi filsafat secara ontologi.

Seperti biasanya, Prof. Marsigit memulai perkuliahan dengan bersama-sama membaca doa sesuai keyakinan masing-masing. Selanjutnya Prof menyampaikan rasa syukur atas kesempatan yang diberikan untuk bisa kembali bertemu pada kesempatan tersebut, karena secara makna filosofis ada banyak hal yang bisa kita terima seperti kesehatan dan terhindar dari Covid-19. Tak lupa Prof. Marsigit juga mengingatkan agar tetap menaati protokol kesehatan.

Sebelum masuk kepada inti perkuliahan Prof. menyampaikan bahwa beliau akan mereview tugas-tugas yang masuk secara keseluruhan dan menganggap bahwa Vcon kali ini sebagai pertemuan terakhir untuk mata kuliah ini, selebihnya waktu-waktu yang tersisa dijadikan sebagai waktu-waktu untuk memperbaiki tugas-tugas utama tugas G yang terakhir berdasarkan saran-saran yang akan disampaikan.

Misalnya, kita akan mengangkat judul metode filsafat. Kita bisa menelusuri metode filsafat dari hakikat filsafat atau ontologisnya, metode filsafat dari metode filsafat atau epistemologinya serta metode filsafat dari etika dan estetikanya atau aksiologinya. Ini dikarenakan tidak ada epistemologi tanpa aksiologi dan ontologi, tidak ada ontologi tanpa epistemologi dan aksiologi dan tidak ada aksiologi tanpa ontologi dan epistemologi. Maka semua perkara atau semua hal itu terkait pada tiga pilar tersebut yaitu hakikat, pendekatan atau metode dan manfaatnya.

Metodologi filsafat berdasarkan ontologinya adalah berbicara mengenai yang ada dan yang mungkin ada. Setiap yang ada dan yang mungkin ada adalah sifat yang mempunyai sifat atau metafisik dan merupakan sifat yang tidak berhenti kecuali berhenti pada suatu titik yaitu kuasa Tuhan. Sehingga metode berpikir dari sisi yang ada dan yang mungkin ada di bagi dua, yaitu yang ada sebagai fatal dan yang ada sebagai vital, yang ada sebagai takdir dan yang ada sebagai ikhtiar/potensi. Kemudian yang takdir dan potensi bisa tetap dan berubah. Bagi Tuhan, semua adalah takdir dan bagi manusia takdir adalah yang sudah terjadi atau yang terpilih, sedangkan ikhtiar bagi manusia adalah semua yang belum terjadi atau memilih dan bagi Tuhan semua adalah ketetapannya di mana tidak ada yang bisa membantah.

Tetap atau pun yang berubah, semua ada strukturnya yaitu struktur takdir dan struktur ikhtiar. Bagi manusia struktur takdir bersifat tetap sedangkan struktur ikhtiar bersifat tetap dan bersifat berubah. sedangkan kalau menurut kodratnya (kuasa Tuhan) takdir itu bisa tetap dan bisa berubah sesuai dengan kuasanya. Jadi jika kita berbicara mengenai struktur atau ontologi padahal tidak ada ontologi tanpa epistemologi, maka struktur itu epistemologi, ontologi dan aksiologi.

Struktur yang paling sederhana adalah fatal dan vital. Kemudian jika pikiran manusia maka struktur yang paling sederhana adalah wadah dan isi. Karena pikiran manusia ada yang tetap dan berjalan, maka struktur manusia juga ada dua yaitu struktur tetap dan struktur yang berjalan. Bahasan ini adalah sebagai bentuk ontologi, tapi jika kita membahas mengenai ontologi, maka ini juga termasuk epistemologi dan aksiologi. Oleh karena itu, kalau struktur itu tetap mau pun berjalan maka akan meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Kenapa demikian? Karena pikiran manusia dan di atasnya terdapat kuasa Tuhan yang meliputi pikiran manusia, hati manusia, kehidupan manusia, keselamatan manusia dan seterunya.

Jikalau hal tersebut mengalir dalam ruang dan waktu, maka ada aliran atau perjalanan struktur dalam ruang dan waktu tersebut yaitu forma atau bentuk dan substansi atau isinya. Jika isi adalah ikhtiarnya, maka bentuk atau formanya adalah takdir. Manusia beraktivitas dan berkiprah di dalam takdir yang diciptakan Tuhan. Selanjutnya jika kita berbicara mengenai wadah dan isi itu sebagai objek pikiran manusia, maka ada dua macam objek yaitu objek di dalam pikiran dan objek di luar pikiran. Misalnya remot speaker yang diperlihatkan kepada Anda maka Anda dapat mengatakan bahwa remot speaker itu ada secara objek di luar pikiran. Namun setelah remot itu dipindahkan dari hadapan Anda maka Anda masih bisa mengetahui bahwa remot tersebut berwarna hitam karena objeknya sudah di dalam pikiran Anda. Oleh karena itu, jika kita memikirkan sesuatu maka objeknya bisa berada di luar pikiran, bisa berada di dalam pikiran dan bisa berada di kedua-duanya.

Kalau kita percaya bahwa sesuatu itu hanya ada satu maka disebut monisme. Itulah kenapa orang yang percaya bahwa Tuhan itu satu disebut monoteisme. Sedangkan jika kita percaya sesuatu itu ada dua makan disebut dengan dualisme. Kalau monisme itu sebagai hakikat, maka kita menemukan ada ontologi monisme, ada epistemologi monisme dan ada aksiologi monisme. Sehingga dapat dikatakan bahwa dunia monisme itu lengkap, ada ontologinya, epistemologinya dan ada aksiologinya. Demikian juga dengan dualisme lengkap, sama dengan monisme. Berbicara mengenai filsafat maka kita berbicara mengenai isme. Isme itu apa? Isem adalah pusat. Mono itu apa? Mono itu satu. Jadi monisme adalah pusatnya ada satu. Kalau dua artinya dualisme dan kalau banyak berarti pluralisme.

Paham yang menganut pluralisme mempercaya bahwa sumber kebenaran itu banyak. Dunia pluralisme ada ontologinya, ada epistemologinya dan ada aksiologinya di mana aksiologinya adalah etika dan estetika. Etika dan estetika adalah yang dianggap bermanfaat dan dianggap baik. Jadi orang jepang itu menganut paham pluralisme sedangkan orang Indonesia menganut paham monisme sehingga tidak dapat dibanding-bandingkan etika dan estetikanya karena pada dasarnya berbeda secara ontologi, epistemologi dan aksiologi.

Berbicara mengenai Pancasila, Pancasila menganut paham monodualisme. Maksud dari monodualisme Pancasila adalah hablumminallah dan hablumminannas, di mana hidup manusia untuk beribadah kepada Tuhan dan harus bersosialisasi sesama manusia. Di belahan dunia lain tidak ada landasan yang bermonidualisme selain Indonesia. Oleh karena itu, jika ingin mencintai Indonesia/NKRI dari Sabang sampai Merauke maka harus menerapkan filsafat dasar negaranya yaitu monodualisme.

Melanjutkan penjelasan mengenai isme bahwa isme itu mencakup semuanya. Isme menurut Prof. Marsigit secara ontologi bahwa semua bisa dijadikan sebagai isme. Misal pusatnya adalah HP maka dapat disebut bahwa HPisme, kalau pusatnya makanan maka kita dapat menyebutnya makananisme, kalau pusatnya keluarga maka dapat disebut keluargaisme dan seterusnya yang hanya ditemukan di Indonesia khususnya di mata kuliah Prof. Marsigit, inilah yang disebut sebagai ilmu sendiri.

“jadilah orang yang berkarya, punya keyakinan, punya kemandirian yang merupakan maksud dari filsafat memerdekakan dari keterbelengguan ilmu yang mungkin dibuat oleh orang lain”. Inilah salah satu kehebatan filsafat.

Setelah kita dapat memahami isme adalah pusat maka bisa bermanfaat dan bisa juga berbahaya. Humanisme pada filsafat artinya adalah berpusat pada manusia yang bisa membahayakan manusia karena bisa meminggirkan Tuhan. Sedangkan kalau filsafat yang berpusat pada Tuhan atau disebut dengan teisme yang ilmunya menjadi teologi. Jika berpusat pada material atau orang-orang yang percaya kepada material seperti orang-orang di China jaman dulu yang komunis. Sedangkan orang-orang yang berdasarkan pada modal dan bisnis maka disebut dengan kapitalisme. Kalau yang hidupnya dari lahir hanya mementingkan keuntungan maka disebut Yutilitarialisme. Kalau yang hidupnya hanya untuk mencari kemerdekaan yang absolut maka disebut dengan liberalisme. Kalau hidupnya itu menyesuaikan dengan keadaan/relatif maka disebut dengan relativisme. Kalau hidupnya yang hanya berdasarkan dan mengandalkan pada pikir adalah rasionalisme. Kalau hidupnya hanya mengandalkan pada pengalaman maka filsafatnya adalah empirisme. Kalau hidupnya hanya mengandalkan ilmu pengetahuan makan disebut saintisisme. Kalau hidupnya hanya mengandalkan metode penelitian maka disebut dengan positifisme. Kalau hidupnya hanya mengandalkan kolaborasi maka filsafatnya adalah kolaborasionisme. Kalau hidupnya percaya bahwa segala sesuatu itu mempunyai landasan namanya pondasionalisme. Maka ilmu yang bersifat intuitif anti terhadap pondasionalisme. Kalau yang hidupnya selalu absolut di cmana dirinya yang selalu benar dan yang lain salah maka disebut absolutisme. Kalau hidupnya berpusat kepada masyarakat maka disebut dengan sosialisme demikian seterusnya menurut Prof. Marsigit secara ontologi semua bisa dijadikan isme.